Rabu, 21 Maret 2018

Terminasi Hubungan Konseling

Terminasi mengacu pada keputusan untuk menghentikan konseling. Keputusan dapat dibuat sepihak atau bersama. Terlepas dari banyak bahasan mengenai konseling terminasi merupakan aspek konseling yang paling sedikit dibahas. Kebanyakan konseling dianggap sudah selesai apabila klien merasa sudah puas dan tidak memiliki masalah lagi. Tapi terminasi hubungan konseling mempunyai dampak pada semua pihak yang terlibat, dan biasanya kompleks serta rumit. Terminasi menghasilkan perasaan campur aduk pada konselor, maupun klien (Kottler, Sexton, & Whiston, 1994 dalam Gladding, 2012). Terminasi mempunyai kekuatan melukai dan menyembuhkan.
Fungsi Terminasi
Menurut sejarah membicarakan terminasi secara langsung dihindari Ward (1984) menyebutkan dua alasannya. Pertama, kata terminasi diasosiasikan dengan kata kalah, konseling seharusnya menekankan pada perkembangan dan pertumbuhan yang tidak berhubungan dengan akhir.  Kedua, terminasi tidak secara langsung berhubungan dengan keahlian mikro yang memfasilitas hubungan konseling.
Terminasi memiliki beberapa fungsi penting. Pertama, terminasi adalah tanda bahwa sesuatu telah selesai dilakukan. Untuk memulai pengalaman baru, pengalaman terdahulu harus diselesaikan dan dipecahkan (Perls, 1969 dalam Gladding, 2012). Baik konselor maupun klien termotivasi oleh pengetahuan bahwa pengalaman konseling terbatas oleh waktu (Young, 2005 dalam Gladding, 2012). Dengan membatasi jumlah sesi dalam konseling ini efektif karena dengan keterbatasan waktu yang ada konselor dan klien akan berusaha untuk memanfaatkan sesi semaksimal mungkin. Kedua, terminasi berarti mempertahankan perubahan yang telah dicapai dan mengembangkan keahlian untuk memecahkan masalah yang telah didapat dari konseling (Dixon & Glover, 1984). Dari sini klien akan memperkuat pengalaman potensial dan membuatnya melihat masa kini dengan cara yang berbeda serta mempraktekkan kemandirian. Ketiga, terminasi bertindak sebagai pengingat bahwa klien adalah orang dewasa (Vickio, 1990 dalam Gladding, 2012). Selain sebagai pertanda bahwa sesuatu telah selesai dilakukan dan pengembangan keahlian, terminasi efektif untuk menandai waktu dalam kehidupan klien.
Saat yang Tepat untuk Terminasi
Tidak ada jawaban pasti namun bagaimanapun terminasi harus direncanakan dan tidak mendadak. Tidak bisa terlalu cepat karena klien dapat kehilangan dasar dari konseling dan kembali mundur ke perilaku sebelumnya. Tidak bisa terlalu lambat pula karena ini dapat menjadikan klien menjadi ketergantungan. Namun ada pertimbangan pragmatis dalam menentukan saat terminasi yang tepat (Cormier & Hackney, 2008; Young, 2005 dalam Gladding, 2012).
  • Apakah klien mencapai tujuan perilaku, kognitif, atau efektif? Kunci dari pertimbangan ini adalah mengatur kontrak yang disetujui bersama sebelum konseling dimulai.
  • Dapatkah klien menunjukkan secara kongkret sampai dimana kemajuan yang diperolehnya dari tujuan yang ingin diacapai? Kemajuan spesifik merupakan dasar terminasi
  • Apakah hubungan konseling dapat membantu? Apabila konseling tidak membantu klien maka terminasi adalah hal tepat dilakukan
  • Apakah konteks awal konseling telah berubah? Apabila konteks awal konseling telah berubah misalnya klien pindah, ada penyakit jangka panjang maka terminasi dipertimbangkan.
Isu Terminasi
1. Terminasi Sesi Individual
Benjamin (1987) menyebutkan dua faktor penting dalam mengakhiri suatu hubungan wawancara. Pertama, baik konselor maupun klien harus menyadari bahawa sesi telah berakhir. Kedua, jangan memperkenalkan atau mendiskusikan materi baru di akhir sesi. Konselor dapat mengakhirri sesi dengan beberapa cara. Salah satunya dengan memberikan pertanyaan singkat yang menandakan bahwa sesi telah berakhir (Benjamin, 1987; Cormier & Hackney, 2008 dalam Gladding, 2012). Mengingatkan sesi segera berkahir, menggunakan bahasa tubuh yang menunjukkan bahawa sesi telah berakhir.
Selanjutnya akan sangat membantu apabila dibuat ringkasan mengenai pembicaraan yang terjadi selama sesi berlangsung. Hal ini mampu menjernihakan kesalahpahaman.
Suatu bagian penting dalam terminasi sesi individual adalah menentukan jadwal perjanjian berikutnya, hal ini dilakukan untuk mencapai kemajuan
2. Terminasi Hubungan Konseling
Konselor dan klien harus sama-sama menyetujui kapan terminasi hubungan yang akurat dan baik (Young, 2005). Umumnya dengan memberikan sinyal verbal ataupun nonverbal dalam mengakhiri hubungan. Termasuk di dalamnya adanya pengurangan intensitas kerja lebih banyak humor, laporan-laporan yang konsisten tentang membaiknya kemampuan menghadapi masalah, komitmen verbal terhadap masa depan, dan lebih sedikit penyangkalan, penarikan diri, kemurungan, dan ketergantungan (McGee, Schuman, & Racusen, 1972; Shulman, 1999; Welfel & Petterson, 2005). Shulman (1999) mengatakan bahwa umumnya seperenam dari waktu konseling harus digunakan untuk membicarakan terminasi.
Ada dua cara memfasilitasi akhir sebuah hubungan konselor-klien. Dixon dan Glover (1948) mendefinisakan pemudaransebagai pengurangan struktur yang tidak alami secara berangsur-angsur yang dikembangkan untuk menciptakan perubahan yang diinginkan. Dengan kata lain klien secara perlahan-lahan berhenti menerima bantuan dari konselor untuk berperilaku dalam cara tertentu dan pertemuan semakin dijarangkan. Cara lain untuk melaksanakan terminasi adalah membantu klien mengembangkan keahlian memecahkan masalah dengan sukses.

Penolakan Terhadap Terminasi
1. Penolakan dari Klien
Dua ekspresi penolakan yang paling mudah dikenali adalah meminta lebih banyak waktu pada akhir sesi dan meminta lebih banyak meminta temu janji setelah suatu tujuan tercapai. Namun ada bentuk lain seperti berkembangnya permasalahan baru yang bukan berasal dari kekhawatiran klien yang pada situasi ini klien dapat membuat konselornya yakin bahwa hanya konselor tersebut yang dapat membantunya dan hal ini membuat konselor akan merasa memiliki kewajiban untuk meneruskan pekerjaannya dengan klien tersebut baik dengan alasan pribadi maupun etika.
Proses terminasi sebaiknya dilakukan secara bertahap dan perlahan-lahan. Misalnya dengan jumlah pertemuan yang terbatas pada tiap sesi, berkonsentrasi bersama klien tentang mempersiapkan diri untuk lepas dari konseling.
Vickio (1990) mengembangkan cara yang unik dalam menerapkan strategi yang kongkret bagi para siswa yang berhadapan dengan rasa kehilangan dan terminasi dalam bukunya The Goodbye Brochure. Mengadapi kehilangan yang sukses dan kehilangan yang tidak sukses dengan lima D (lima M dalam bahasa Indonesia).
Kehilangan yang sukses:
  1. Menentukan cara untuk menjadikan transisi anda sebagai suatu proses yang bertahap
  2. Menemukan makna lain dari aktivitas-aktivitas dalam kehidupan anda
  3. Menggambarkan peran tersebut pada orang lain
  4. Menikmati apa yang telah anda dapatkan dan apa yang ada dihadapan anda
  5. Mendefinisikan bidang-bidang yang berkelanjutan dalam kehidupan anda
Kehilangan yang tidak sukses
  1. Menyangkal kehilangan
  2. Membengkokan pengalaman anda dengan melebih-lebihkan keberhasilan didalamnya
  3. Menurunkan jumlah aktivitas dan hubungan anda
  4. Mengalihkan perhatian dari memikirkan terminasi
  5. Melepaskan diri secara mendadak dari aktivitas dan hubungan anda
Lerner dan Lerner (1983) percaya bahwa penolakan dari klien sering kali disebabkan oleh ketakutan akan perubahan.

2. Penolakan dari Konselor
Goodyear (1981) menyebutkan delapan kondisi dimana terminasi dirasa sangat sulit bagi individu:
  1. Ketika terminasi menjadi sinyal akan berakhirnya sebuah hubungan yang signifikan
  2. Ketika terminasi meningkatkan kegelisahan konselor atas kemampuan kliennya untuk berfungsi secara mandiri
  3. Ketika terminasi membangkitkan rasa bersalah dalam diri konselornya karena belum dapat bekerja lebih efektif untuk kliennya
  4. Ketika konsep professional konselor terancam oleh klien yang pergi dan tiba-tiba marah
  5. Ketika terminasi menjadi sinyal akan berakhirnya suatu pengalaman belajar bagi konselor
  6. Ketika terminasi menjadi sinyal akan berakhirnya suatu pengalaman hidup menyenangkan yang dibayangkan melalui petualangan klien
  7. Ketika terminasi menjadi simbol rekapitulasi selamat tinggal orang lain (khususnya yang tak terpecahkan) di dalam kehidupan konselor
  8. Ketika terminasi memunculkan konflik di dalam diri konselor mengenai individualisasinya sendiri
Adalah sangat penting bagi konselor untuk mengenali kesulitan yang dihadapinya dalam melepaskan klien-klien tersebut. Konselor dapat berkonsultasi dengan rekannya dalam menghadapi permasalahan tersebut atau menjalani konseling untuk memecahkan masalah tersebut.
Terminasi Prematur
Terminasi prematur lebih berhubungan dengan seberapa baik klien telah mencapai tujuan pribadi yang di tetapkan pada awal proses konseling dan seberapa baik dia berfungsi secara umum (Ward, 1984). Terlepas dari cara klien mengekspresikan keinginannya untuk melakukan terminasi prematur, hal ini biasanya memicu pemikiran dan perasaan dalam diri konselor yang harus ditangani. Sebaiknya terminasi prematur ini dibicarakan antara klien dan konselor hal ini dapat membuat pikiran dan perasaan klien maupun konselor dapat diperiksa dan akhir yang prematur dapat dicegah.
Jika klien ingin berhenti maka wawancara keluar harus disiapkan. Ward (1984) menyebutkan 4 keuntungan wawancara ini:
  1. Dapat membantu klien memecahkan perasaan negatif yang berasal dari pengalaman konseling
  2. Berfungsi sebagai suatu cara untuk mengundang klien melanjutkan konseling jika dia menginginkannya
  3. Bentuk lain dari perawatan atau konselor lain dapat disertakan dalam wawancara keluar sebagai pertimbangan bagi klien jika klien menginginkannya
  4. Wawancara keluar dapat meningkatkan peluang bahwa dilain waktu ketika klien membutuhkan bantuan, dia akan kembali untuk mencari bantuan konseling
Ada dua kesalahan yang biasanya terjadi pada konselor yang pertama menyalahkan klien ataupun diri sendiri. Akan lebih produktif apabila konselor menganggap bahwa terminasi prematur ini bukan kesalahan siapapun. Yang kedua pihak konselor adalah pihak yang arogan terhadap situasi. Untuk menghindari kesalahan Cavanagh (1990) merekomendasikan agar konselor mencari tahu mengapa klien mengakhiri konseling secara prematur.
Daftar berikut menyebutkan beberapa variabel yang seringkali efektif dalam mencegah terminasi prematur (Young, 2005):
  • Temu janji, semakin sedikit interval waktu antara temu janji satu dengan berikutnya semakin reguler penjadwalannya, semakin baik
  • Orientasi pada konseling, semakin klien mengetahui proses konseling semakin tinggi minat mereka untuk tetap melanjutkannya
  • Konsistensi konselor, konselor yang pertama kali menjumpai klien harus melanjutkan konseling tersebut
  • Pengingat untuk memotivasi kehadiran klien
Terminasi Insiatif Konselor
Lawan dari terminasi prematur. Terkadang konselor perlu mengakhiri hubungan dengan beberapa atau semua kliennya. Alasannya bisa sakit, bekerja melalui countertransference, relokasi ke area lain, akhir dari masa praktikum atau asistensi, perjalanan panjang ke daerah lain, dan menyadari bahwa kebutuhan klien dapat dipenuhi baik oleh orang lain.
Baik London (1982) maupun Seligman (1984) menyajikan model untuk membantu klien dalam menghadapi ketidakhadiran konselornya untuk sementara. Para peneliti ini menegaskan bahwa klien dan konselor seharusnya mempersiapkan diri sedini mungkin untuk menghadapi terminasi sementara dengan mendiskusikan secara terbuka peristiwa yang akan terjadi dan mengatasi perasaan yang mendalam sehubungan dengan perpisahan tersebut.
Ada terminasi permanen yang diinisiatifkan konselor. Pada terminasi permanen atas inisiatif konselor, masih tetap penting untuk meninjau ulang kemajuan klien, mengkhiri hubungan pada waktu yang spesifik, dan membuat rencana pasca konseling.
Pengakhiran dengan Catatan Positif
Proses terminasi melibatkan serangkaian check point yang dapat dikonsultasikan oleh konselor dan kliennya untuk mengevaluasi kemajuan yang mereka buat dan menentukan kesiapan mereka untuk pindah ke tahap selanjutnya. Welfel dan Patterson (2005) menyajikan empat panduan yang dapat digunakan oleh konselor untuk mengakhiri suatu hubungan konseling yang intens dalam suatu cara yang positif:
  1. Sadar akan kebutuhan dan keinginan memberikan waktu pada klien untuk mengekspresikannya
  2. Meninjau ulang peristiwa-peristiwa penting dalam konseling dan membawa hasil tinajuan tesebut ke saat ini
  3. Mengakui dan mendukung perubahan yang telah dilakukan oleh klien
  4. Meminta kontak lanjutan
Masalah yang berhubungan dengan Terminasi: Tindak Lanjut dan Rujukan
a.      Tindak Lanjut
Tindak lanjut melibatkan pengecekan untuk melihat bagaimana perkembangan klien, dalan kaitannya dengan semua permasalahan yang ada, beberapa saat setelah terminasi terjadi (Okun & Kantrowitz, 2008). Intinya ini adalah proses pemantauan positif yang mendorong pertumbuhan klien (Egan, 2007). Tindak lanjut ini mampu memperkuat hasil.
Tindak lanjut dapat dalam jangka panjang maupun pendek. Jangka pendek biasanya dilakukan 3 hingga 6 bulan setelah satu hubungan konseling diakhiri. Jangka panjang setidaknya dilakukan selama 6 bulan setelah terminasi.
Ada 4 cara:
  1. Mengundang klien untuk suatu sesi guna membicarakan kemajuan-kemajuan yang diperolehnya dalam mencapai tujuan yang diinginkan
  2. Menghubungi klien melalui telepon
  3. Konselor mengirim surat kepada klien yang menanyakan mengenai kondisi klien sekarang
  4. Cara yang lebih impersonal yaitu konselormengirimkan surat yang berisi daftar pertanyaan tentang kondisi klien sekarang
Tindak lanjut personal paling efektif untuk mengevaluasi pengalaman masa lampau. Hal ini memberikan jaminan pada klien bahwa mereka diperhatikan sebagai individu bukan daftar statistik.
Jika pada sesi terakhir konselor dan klien menyetujui adanya tindak lanjut, tipe pemantauan diri dapat menjadi sesuatu yang berarti dan memberi klien bukti kongkret akan kemajuannya serta pandangan yang lebih jelas mengenai kebutuhannya saat ini
b.      Rujukan dan Daur Ulang
Rujukan adalah mengatur bantuan lain bagi klien ketika perjanjian awal tidak berjalan lancar atau tidak membantu  (Okun & Witz, 2008). Rujukan melibatkan bagaimana, kapan, dan siapa.

Daur ulang adalah suatu alternatif ketika konselor menganggap  meski proses konseling belum berjalan dengan baik tetapi masih dapat diperbaiki. Hal ini berarti memeriksa ulang semua tahap dalam proses terapi, dengan begitu klien dan konselor dapat merevisi atau mengulang proses konseling. Konseling seperti layaknya pengalaman tidak selalu sukses pada upaya pertama. Daur ulang memberikan klien dan konselor sebuah kesempatan kedua untuk mencapai apa yang diinginkan oleh masing-masing pihak yaitu perubahan yang positif. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terminasi Hubungan Konseling

Terminasi mengacu pada keputusan untuk menghentikan konseling. Keputusan dapat dibuat sepihak atau bersama. Terlepas dari banyak bahasan m...