Manusia memerlukan
memori untuk menyimpan informasi dalam jangka waktu yang lama. Untuk itu
manusia membutuhkan memori jangka panjang yaitu Long Term Memory. Namun Long
Term Memory (LTM) tidak terjadi begitu saja. LTM harus “ditarik”
kedalam Short Term Memory (STM) agar dapat digabungkan dengan
informasi dalam STM dan digunakan untuk memahami aliran informasi yang kita
terima saat ini. LTM memiliki karakteristik yang beragam dari mulai penyandian,
abstraksi informasi, struktur, kapasitas, dan permanensinya.
Lokalisasi dan
Distribusi LTM
Studi-studi masa kini
yang mempelajari memori dalam kaitannya dengan neurosains kognitif cenderung
bersifat terus terang (straightforward). Studi-studi tersebut melibatkan
penentuan letak (plotting) fungsi-fungsi kognitif dalam topografi otak,
melibatkan pelacakan jejak-jejak memori (memory traces) dan
pengidentifikasian perubahan-perubahan neural di otak yang terasosiasi dengan
pembentukan dan perubahan memori. Sebagian besar teknik telah digunakan dalam
studi-studi tentang otak seperti teknik pencitraan otak, probing elektrik
ke dalam otak, penggunaan senyawa-senyawa kimiawi atau obat-obatan yang
mempengaruhi neurotransmitter disinapsis dan studi-studi patologis. Lokasi
tempat memori disimpan adalah di seluruh bagian otak, meskipun juga berpusat di
bagian-bagian tertentu.
Beberapa bagian otak
memiliki fungsi penting dalam pembentukan memori. Bagian-bagian tersebut
meliputi hipokampus dan korteks (yang berbatasan dengan hipokampus), serta
thalamus. Pentingnya region tersebut ditunjukkan oleh studi-studi terhadap
pasien-pasien klinis yang mengalami kerusakan pada area-area tersebut.
Hipokampus sendiri bukanlah merupakan penyimpanan memori jangka panjang yang
permanen. Informasi sensorik dikirimkan ke region-region otak yang spesifik
misalnya informasi dari mata dan telinga dikirimkan ke korteks visual dan
korteks auditorik secara berturut-turut. Jadi sekalipun model-model memori menampilkan
memori sebagai kotak, kenyataannya memori tersebar di seluruh otak. Memori
adalah suatu proses yang aktif yang melibatkan sejumlah besar area di otak dan
sejumlah area memiliki fungsi lebih dominan dibandingkan area lain.
Kapasitas LTM
Tentunya tidak terpikirkan seberapa memori
kita mampu mengingat begitu banyak hal. Apalagi membayangkan kapasitas dan
durasi informasi yang tersimpan dalam LTM. Jaman modern seperti sekarang ini
pasti sudah banyak orang mengetahui komputer dimana penyimpanannya sangat tidak
terbatas, namun tidak bisa dibandingkan dengan otak manusia yang mampu
menyimpan informasi yang mendetail dalam jangka waktu lama. Otak manusia adalah
struktur yang sedemikian kecilnya. Terdapat sebuah penelitian oleh Shepard
(1967) yang menunjukkan kemampuan manusia mengenali gambar setelah periode
waktu yang sangat lama. Disini partisipan memiliki tugas rekognisi memori
selama 3 hari, 7 hari, dan 120 hari. Dukungan lebih lanjut terhadap kapasitas
LTM ditemukan oleh Standing Conezio dan Haber (1970).
Analisis teoritik
tentang kepakaran
Chase dan Ericsson
(1982) menjelaskan tiga prinsip kinerja memori:
- Mnemonic encoding principle (prinsip penyandian mnemonic)
Menyatakan bahwa menyandikan informasi berdasarkan basis pengetahuan luas yang
dimiliki.
- Retrieval structure principle (prinsip struktur pengambilan informasi)
Pengetahuan tentang suatu objek digunakan untuk mengembangkan
mekanisme yang sangat terspesialisasi dan abstrak yang secara sistematik
menyandikan dan mengembangkan pola-pola yang bermakna dari LTM.
- Speed-up principle (prinsip percepatan)
Menyatakan bahwa latihan
akan meningkatkan kecepatan dalam mengenali dan menyandikan
pola-pola.
Salah satu unsur yang sering kali terabaikan adalah latihan (practice), yang
merupakan tema yang dianalisis secara mendetail oleh Ericsson, Krampe, dan
Tesch-RÓ§mer (1993). Seperti kata pepatah “practice makes perfect” hal
ini menunjukkan bahwa meskipun sederhana latihan tersebut, latihan yang
“cerdas” dengan alokasi waktu yang teratur adalah jenis latihan yang
berhubungan positif dengan kepakaran.
Durasi LTM
Sejumlah penelitian mendukung adanya memori
jangka sangat panjang atau very long-term memory (VLTM). Studi
ini dilakukan oleh Bahrick, Bahrick dan Wittlinger (1975). Mereka melakukan
studi cross-sectional dengan memberikan tugas isyarat-gambar (picture-cueing
task) dalam tugas itu para partisipan diminta mengingat nama seorang rekan
mereka berdasarkan gambarnya. Data yang dihimpun Bahrick dan rekan-rekannya
mendukung bahwa VLTM memang ada dan bertahan dalam jangka waktu yang sangat
lama. Selain itu, stabilitas rekognisi memori dalam jangka waktu selama itu
sungguh mengejutkan. Hal ini dipengaruhi oleh tingkat penyandian awal (pada
saat peristiwa tersebut terjadi) dan distribusi rehearsal(pengulangan).
Dalam studi lain oleh Bahrick yang menguji
memori tentang bahasa Spanyol yang dipelajari lima puluh tahun sebelumnya.
Meliputi tes pemahaman bacaan, tes mengingat (recall) dan tes rekognisi
terkait perbendaharaan kata (vocabulary), tata bahasa (grammar),
dan idiom-idiom. Didapat hasil bahwa kemampuan berbahasa Spanyol tersebut masih tetap
eksis (dan berguna) setelah 50 tahun. Memori yang “permanen tersebut” disebut
Bahrick sebagai permastore dan diasumsikan bahwa memori
tentang Spanyol (dan bahasa-bahasa asing lain) dapat eksis untuk jangka waktu
yang lama.
VLTM dan Psikologi
Kognitif
Penelitian Conway,
Cohen, dan Stanhope (1991) berjudul “On the Very Long-Term Retention of
Knowledge Acquired Through Formal Education: Twelve Years of Cognitive
Psychology”. Retensi nama menunjukkan penurunan yang sedikit lebih dibandingkan
pengingatan (recall) dan rekognisi konsep. Data tersebut konsisten
dengan eksperimen penting Bahrick dkk, yakni bahwa sebagai suatu bentuk
informasi, VLTM- baik berupa memori tentang kawan-kawan masa kecil maupun
berupa dikotomi STM/LTM- menurun dengan cepat pada awalnya kemudian menjadi
stabil selama bertahun-tahun.
Penyimpanan LTM
Donald Hebb memberikan
versi sederhana tentang LTM yang menyatakan bahwa informasi dari STM akan
dikirim ke LTM apabila diulan-ulang (rehearsal) di STM dalam jangka
waktu yang cukup lama. Jika informasi tersebut dikombinasikan dengan
memori-memori lain yang bermakna, terjadilah peningkatan memorabilitas
(kemudahan memori untuk diingat).
Sandi
Informasi disandikan secara akustik, visual, dan semantik. Ketiga jenis sandi
dalam LTM tersebut dapat diilustrasikan dengan kondisi Tip of the
Tongue (TOT: di ujung lidah) yakni kondisi dimana kita dapat mengingat
seumlah aspek tertentu, namun melupakan identitas utama item yang bersangkutan.
Level Pemrosesan
Diasumsikan bahwa otak menggunakan cara heuristik terhadap jumlah upaya dan waktu
yang dicurahkan untuk pemenuhan sasaran. Kemungkinan lain, otak mengguanakan
isyarat-isyarat (cues) dari bagian-bagian lain di sistem kognitif.
Penelitian Craik dan Lockhart (1972) terhadap level pemrosesan (level of
processing) menyertakan gagasan umum bahwa informasi yang diterima indera
harus menjalani serangkaian analisis yang diawali analisis sensorik dangkal,
dan dilanjutkan analisis-analisis yang semakin dalam, rumit, abstrak dan
semakin bersifat semantik. Aktivitas membaca untuk memahami intisari bacaan (gist)
– yakni yang bertujuan “menangkap” poin-poin essensial – melibatkan pemrosesan
dangkal yang minimal, atau “maintenance rehearsal” (semata-mata dalam
memori tanpa elaborasi), namun melibatkan pemrosesan semantik yang elaboratif.
Jenis-Jenis Memori
Bower (1975, dalam
Solso, Maclin, & Maclin, 2008) mengkategorikan jenis informasi umum yang
disimpan dalam LTM yang disusun berdasarkan fungi adaptifnya, yaitu:
- Kemampuan spasial. Informasi mengenai lokasidan
objek-objek penting. Pengetahuan ini memungkinkan kita untuk melakukan
pergerakan atau manuver efektif di lingkungan kita.
- Karakteristik-karakteristik fisik dunia
sekeliling kita. Informasi ini memungkinkan kita berinteraksi secara aman
dengan objek-objek yang kita jumpai.
- Hubungan sosial. Penting untuk mengetahui siapa
kawan kita, siapa kerabat kita, bahkan musuh kita.
- Nilai-nilai sosial. Pengetahuan mengenai apa yang
dianggap penting oleh kelompok.
- Keterampilan-keterampilan motorik. Penggunaan
alat, pemanipulasian objek.
- Keterampilan-keterampilan perseptual.
Memungkinkan kita memahami stimuli dalam lingkungan kita, mulai dari
bahasa hingga musik.
LTM dapat dibagi menjadi
memori eksplisit (deklaratif) dan memori implisit (nondeklaraif). Memori
eksplisit mengandalkan pengambilan (retrieval) pengalaman-pengalaman sadar dan
menggunakan isyarat (cue) berupa rekognisi dan tugastugas recall. Memori
eksplisit dibagi menjadi memori episodik dan semantik. Memori implisit sebaliknya
diekspresikan dalam bentuk mempermudah kinerja dan tidak memerlukan rekoleksi
yang sadar. Memori implisit dibagi menjadi memori prosedural dan memori
emosional (Solso, Maclin, & Maclin, 2008).
Memori Otobiografis
Adalah memori yang
dimiliki individu mengenai masa lalunya. Memori ini berisi informasi mengenai
emosi, deskripsi diri, peristiwa-peristiwa khusus, dan sejarah kehidupan
seseorang yang bersangkutan (Solso, Maclin, & Maclin, 2008).
Mengetahui Apa (What)
dan Mengetahui Bahwa (That)
Pengetahuan deklaratif
bersifat eksplisit dan melibatkan fakta-fakta dan peristiwa-peristiwa,
sementara pengetahuan preosedural bersifat implisit dan diakses melalui kinerja
(performance). Untuk menguji pengetahuan deklaratif dan pengetahuan prosedural
digunakan eksperimen priming dan eksperimen rekognisi. Dalam tes priming,
partisipan mendapatkan isyarat yang umumnya berupa kata yang berhubungan dengan
sasaran, atau kata yang berhubungan. Priming diasumsikan melibatkan pengetahuan
prosedural karena respons bersifat implisit dan terdapat lebih banyak atau
lebih sedikit aktivasi otomatis pada jalur-jalur neuron yang sudah ada (Solso,
Maclin, & Maclin, 2008).
Memori Episodik dan
Memori Semantik
Memori episodik menurut
Tulving adalah sistem memori neurokognitif yang memungkinkan seseorang
mengingat peristiwa-peristiwa pada masa lalunya. Artinya memori-memori mengenai
pengalaman-pengalaman khusus akan membentuk memori-memori episodik yang
disimpan sebagai “referensi otobiografis”. Memori ini sangat rentan terhadap
perubahan dan kelupaan, namun memegang peranan penting sebagai dasar pengenalan
terhadap peristiwa-peristiwa yang telah kita jumpai pada masa lalu. Memori
semantik adalah memori mengenai kata, konsep, peraturan, dan ide-ide abstrak.
Memori ini penting bagi penggunaan bahasa (Solso, Maclin, & Maclin, 2008).
Informasi dalam memori
episodik lenyap dengan cepat seiring masuknya informasi baru secara
konstan. Memori episodik diaktifkan lebih sering, sedangkan memori semantik
tidak diaktifkan sesering memori episodik dan kondisinya relatif stabil seiring
berjalannya waktu. Menurut Tulving, memori prosedural, memori semantik, dan
memori episodik adalah sistem memori yang paling baik untuk menggambarkan
kompleksitas dan adaptabilitas pada manusia (Solso, Maclin, & Maclin,
2008).
Dukungan Neurosains
Kognitif
Terdapat tiga area otak
yang terlibat secara langsung dalam proses memori, yaitu korteks yang merupakan
permukaan luar otak yang terlibat dalam aktivitas kognisi tingkat tinggi
seperti berpikir, pemecahan masalah dan meningat; serebelum, yakni struktur
berbentuk kubis di dasar otak yang terlibat dalam pengendalian fungsi-fungsi
motorik dan memori motorik; hipokampus, yakni struktur berbentuk S yang
terletak jauh di dalam kedua hemisfer serebral dan berfungsi memproses informasi
baru dan mentransfer informasi tersebut ke bagian-bagian korteks untuk disimpan
secara permanen (Solso, Maclin, & Maclin, 2008).
Ketiga aktivitas otak di
atas berhubungan dengan dua jenis memori, yakni memori prosedural dan memori
deklaratif. Memori prosedural berkaitan dengan keterampilan motorik seperti
menulis, mengetik, dan mengendarai sepeda (masih berupa asumsi); memori ini
tersimpan di serebelum. Memori deklaratif terdiri dari informasi dan
pengetahuan mengenai dunia ini dan sejumlah besar informasi lain; memori ini
tersimpan di korteks serebral. Informasi-informasi sensorik dikirim ke korteks
sesegera mungkin dan dalam perjalanannya terbentuk jalur-jalur temporer di
antara neuron-neuron yang hanya bertahan dalam jangka waktu singkat namun cukup
lama untuk melakukan tindakan sederhana. Agar impresi-impresi sementara
tersebut menjadi permanen diperlukan proses yang disebut long term potentiation
(LTP; potensi jangka panjang). LTP terjadi ketika sel-sel saraf dipaparkan pada
stimulus yang diulang dengan cepat, sehingga meningkatkan tendensi respons
sel-sel untuk jangka waktu yang lebih lama (Solso, Maclin, & Maclin, 2008).
sumber:
Solso, R.L, Maclin, Otto H, Maclin,
M.Kimberly. (2008). Psikologi Kognitif (8th ed).
Jakarta: Erlangga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar