Karakteristik pada STM yaitu kapasitas penyimpanan
dan pemrosesan yang terbatas, juga terdapat pertukaran (trade-off)
konstan antara kapasitas penyimpanan dan kemampuan pemrosesan. Llyod Peterson
dan Margaret Intins-Peterson (1959) mendemonstrasikan teknik Brown-Peterson
yang mengemukakan bahwa kapasitas kita untuk menyimpan informasi dalam area
penyimpanan sementara bersifat sangat terbatas dan rentan terhadap memudarnya
informasi dengan cepat apabila tidak memiliki kesempatan mengulang (rehearse)
informasi tersebut. Sebelum penelitian Peterson, perbedaan STM dan LTM disusun
berdasarkan struktur neurologis dan berdasarkan konsep psikologis. Dari eksperimen Peterson, perbedaan STM dan LTM dapat dijabarkan menggunakan data
eksperimental.
Sumber:
Solso, R.L, Maclin, Otto H, Maclin, M.Kimberly. (2008). Psikologi Kognitif (8th ed). Jakarta: Erlangga.
Dukungan
Neurosains Kognitif
Kasus H.M. yang
disajikan oleh Brendan Milner (1966) adalah penderita epilepsi dan menjalani
operasi pemotongan bagian lobus temporal (beserta hipokampus). Namun meskipun
epilepsinya mereda, ia mengalami amnesia dan tidak mampu menyimpan informasi
baru dalam LTM. Uniknya, STM-nya tidak terganggu. Memorinya menunjukkan kinerja
yang bagus dalam tes-tes IQ standar.
Selain itu, terdapat
kasus K.F. yang dipelajari oleh Warrington dan Shallice (1969). K.F. memiliki
LTM yang berfungsi secara normal, namun kesulitan mengingat serangkaian angka
(mengindikasikan adanya masalah dengan STM-nya). Hasil ini menarik karena
menunjukkan fenomena disosiasi ganda (double dissociation) untuk
mendemonstrasikan keberadaan dua proses yang terpisah, yaitu STM dan LTM.
Model Memori
Kerja
Baddeley dan Hitch (1974) mengajukan suatu model memori kerja (working
memory) yang selama sesaat menyimpan dan memanipulasi informasi selama
kita melakukan kinerja kognitif. Memori
kerja (working memory) didefinisikan secara konseptual
sebagai suatu tipe meja kerja (workbench) yang secara konstan
mengubah, mengkombinasikan, dan memperbarui informasi baru dan lama. Konsep working memory menyanggah gagasan bahwa
kapasitas STM terbatas hanya pada tujuh item. Baddeley menyatakan bahwa rentang
memori ditentukan oleh kecepatan kita mengulang informasi. Dalam kasus materi
verbal, Baddeley mengajukan gagasan bahwa kita memiliki putaran fonologis (phonological
loop) yang berisi penyimpanan fonologis dan proses artikulatoris yang
membuat kita mampu mengingat informasi sebanyak yang dapat kita ulangi
(rehearse) dalam durasi terbatas.
Komponen kedua dalam working
memory adalah “alas
sketsa visuospasial” (visuospasial sketchpad) yang berperan
mengendalikan kinerja visual dan spasial. Putaran fonologis dan alas sketsa
visuospasial dikendalikan oleh eksekutif sentral yag mengkoordinasi
aktivitas-aktivitas terkait atensi dan memerintahkan respons. Eksekutif sentral
berperan sebagai supervisor yang menentukan topik mana yang memerlukan
perhatian lebih, topik yang seharusnya diabaikan, dan apa yang harus dilakukan
bila sistem mengalami masalah.
Kapasitas STM
Miller (1956) menyimpulkan bahwa kapasitas STM untuk memproses informasi
memiliki batas sekitar tujuh unit.
STM dan Chunking.
Miller
menyusun dalil mengenai model memori yang memuat tujuh chunk atau bongkahan
unit informasi. Huruf-huruf tunggal (T, V, K, A,…) dianggap sebagai unit-unit
informasi yang terpisah-pisah, namun ketika huruf tersebut membentuk suatu
kata, kata tersebut dianggap sebagai satu unit informasi. Meningkatnya
kapasitas penyimpanan STM dapat dicapai melalui proses chunking, yaitu mengubah
huruf-huruf menjadi unit kata yang bermakna. Proses chunking merupakan proses yang penting
karena menjelaskan fenomena STM yang mampu memproses sejumlah besar informasi
tanpa menyebabkan “kemacetan” (bottleneck) dalam rangkaian pemrosesan
informasi.
Penyandian
Informasi dalam STM
a.)
Sandi Auditorik
Metode penyandian
informasi yang paling dominan dalam STM adalah metode auditorik, sekalipun
informasi tersebut dihasilkan dari sandi nonauditorik seperti stimulus visual.
Studi dari Conrad (1963) menemukan bahwa kekeliruan yang terjadi pada STM
bersumber dari kekeliruan auditorik, bukan visual. Dalam eksperimennya, Conrad
menayangkan huruf-huruf yang bunyinya mirip, dan berdasarkan huruf-huruf
tersebut, disusun rangkaian enam huruf. Rangkaian itu disajikan pada partisipan
dalam bentuk auditorik dan visual. Diasumsikan bahwa para partisipan yang
mendapatkan stimuli auditorik (mendengar huruf) akan membuat kekeliruan pada
huruf yang bunyinya serupa, sedangkan partisipan yang mendapatkan stimuli
visual (membaca huruf) akan membuat kekeliruan karena struktur visual
huruf-huruf tersebut. Kesalahan terbesar didapatkan pada partisipan yang
mendapat stimuli suara.
b.)
Sandi Visual
Posner, dkk. (1969)
menemukan bahwa setidaknya dalam sebagian kecil waktu, informasi disandikan
secara visual dalam STM. Dalam sebuah eksperimen, peneliti menyajikan
huruf-huruf berpasangan dengan tiga mode: huruf berpasangan yang identik dalam
pelafalan dan bentuk (AA, aa), huruf berpasangan yang memiliki pelafalan sama
tapi bentuk yang berbeda (Aa), atau huruf berpasangan yang berbeda bentuk
sekaligus pelafalan (AB, aB). Hasilnya, partisipan memerlukan waktu lebih lama
untuk merespons pasangan huruf yang memiliki pelafalan yang sama namun bentuk
yang berbeda (Aa) dibandingkan saat merespons AA.
c.)
Sandi Semantik
Sandi semantik adalah
sandi yang berhubungan dengan makna. Eksperimen dari Delos Wickens, dkk. (1970,
1972) mengindikasikan bahwa informasi semantik dapat dipresentasikan dalam STM.
Eksperimen ini berdasarkan konsep inhibisi proaktif (PI), yaitu fenomena ketika
kemampuan mengingat dihambat oleh adanya hubungan semantik antara daftar yang
diingat dengan daftar sebelumnya. Contohnya, ketika seorang partisipan diminta
mengingat daftar kata-kata yang tergabung dalam satu kategori (misalnya
buah-buahan), mungkin mereka dapat mengingat 90% isi daftar tesebut. Namun bila
mereka diminta mengingat daftar kedua yang juga berisi nama-nama buah,
kemampuan mereka hanya menjadi 30%. Ketika partisipan diminta menghafalkan
daftar yang berisi item yang tidak berhubungan secara semantik dengan daftar
sebelumnya, kemampuan mengingat meningkat dengan drastis. Fenomena ini disebut
sebagai suatu pelepasan dari PI.
Pengambilan
Informasi dari STM
Teknik eksperimental yang dikembangkan oleh Saul Sternberg (1966, 1967, 1969)
melibatkan sebuah tugas pemindaian serial (serial scanning task)
dimana partisipan mendapatkan serangkaian item stimuli, misalnya angka, dengan
jeda 1,2 detik setiap item. Kemudian dimunculkan sebuah angka yang ada (atau
tidak ada) dalam daftar sebelumnya. Tugas partisipan adalah membandingkan angka
tersebut dengan daftar yang telah diingat dan menjawab apakah angka tersebut
memang ada di daftar atau tidak. Pencarian ini dapat berhenti dengan sendirinya
(self-terminating) ketika telah menemukan angka tersebut dan
memberikan jawaban. Sebaliknya, mungkin partisipan melakukan pencarian
menyeluruh terhadap daftar di memori sebelum melaporkan jawabannya. Dengan
demikian, waktu reaksi mencerminkan waktu yang diperlukan partisipan untuk
melakukan pencarian angka pada daftar dalam memori, dan waktu reaksi dapat
berperan sebagai dasar untuk menggambarkan struktur STM sekaligus menggambarkan
hukum-hukum pengambilan informasi dari struktur tersebut.
Solso, R.L, Maclin, Otto H, Maclin, M.Kimberly. (2008). Psikologi Kognitif (8th ed). Jakarta: Erlangga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar