Selasa, 26 Desember 2017

Short Term Memory

Karakteristik pada STM yaitu kapasitas penyimpanan dan pemrosesan yang terbatas, juga terdapat pertukaran (trade-off) konstan antara kapasitas penyimpanan dan kemampuan pemrosesan. Llyod Peterson dan Margaret Intins-Peterson (1959) mendemonstrasikan teknik Brown-Peterson yang mengemukakan bahwa kapasitas kita untuk menyimpan informasi dalam area penyimpanan sementara bersifat sangat terbatas dan rentan terhadap memudarnya informasi dengan cepat apabila tidak memiliki kesempatan mengulang (rehearse) informasi tersebut. Sebelum penelitian Peterson, perbedaan STM dan LTM disusun berdasarkan struktur neurologis dan berdasarkan konsep psikologis. Dari eksperimen Peterson, perbedaan STM dan LTM dapat dijabarkan menggunakan data eksperimental.
Dukungan Neurosains Kognitif
Kasus H.M. yang disajikan oleh Brendan Milner (1966) adalah penderita epilepsi dan menjalani operasi pemotongan bagian lobus temporal (beserta hipokampus). Namun meskipun epilepsinya mereda, ia mengalami amnesia dan tidak mampu menyimpan informasi baru dalam LTM. Uniknya, STM-nya tidak terganggu. Memorinya menunjukkan kinerja yang bagus dalam tes-tes IQ standar.
Selain itu, terdapat kasus K.F. yang dipelajari oleh Warrington dan Shallice (1969). K.F. memiliki LTM yang berfungsi secara normal, namun kesulitan mengingat serangkaian angka (mengindikasikan adanya masalah dengan STM-nya). Hasil ini menarik karena menunjukkan fenomena disosiasi ganda (double dissociation) untuk mendemonstrasikan keberadaan dua proses yang terpisah, yaitu STM dan LTM.
Model Memori Kerja
Baddeley dan Hitch (1974) mengajukan suatu model memori kerja (working memory) yang selama sesaat menyimpan dan memanipulasi informasi selama kita melakukan kinerja kognitif. Memori kerja (working memory) didefinisikan secara konseptual sebagai suatu tipe meja kerja (workbench) yang secara konstan mengubah, mengkombinasikan, dan memperbarui informasi baru dan lama. Konsep working memory menyanggah gagasan bahwa kapasitas STM terbatas hanya pada tujuh item. Baddeley menyatakan bahwa rentang memori ditentukan oleh kecepatan kita mengulang informasi. Dalam kasus materi verbal, Baddeley mengajukan gagasan bahwa kita memiliki putaran fonologis (phonological loop) yang berisi penyimpanan fonologis dan proses artikulatoris yang membuat kita mampu mengingat informasi sebanyak yang dapat kita ulangi (rehearse) dalam durasi terbatas.
Komponen kedua dalam working memory adalah “alas sketsa visuospasial” (visuospasial sketchpad) yang berperan mengendalikan kinerja visual dan spasial. Putaran fonologis dan alas sketsa visuospasial dikendalikan oleh eksekutif sentral yag mengkoordinasi aktivitas-aktivitas terkait atensi dan memerintahkan respons. Eksekutif sentral berperan sebagai supervisor yang menentukan topik mana yang memerlukan perhatian lebih, topik yang seharusnya diabaikan, dan apa yang harus dilakukan bila sistem mengalami masalah.
Kapasitas STM
Miller (1956) menyimpulkan bahwa kapasitas STM untuk memproses informasi memiliki batas sekitar tujuh unit.
STM dan Chunking. 
Miller menyusun dalil mengenai model memori yang memuat tujuh chunk atau bongkahan unit informasi. Huruf-huruf tunggal (T, V, K, A,…) dianggap sebagai unit-unit informasi yang terpisah-pisah, namun ketika huruf tersebut membentuk suatu kata, kata tersebut dianggap sebagai satu unit informasi. Meningkatnya kapasitas penyimpanan STM dapat dicapai melalui proses chunking, yaitu mengubah huruf-huruf menjadi unit kata yang bermakna. Proses chunking merupakan proses yang penting karena menjelaskan fenomena STM yang mampu memproses sejumlah besar informasi tanpa menyebabkan “kemacetan” (bottleneck) dalam rangkaian pemrosesan informasi.
Penyandian Informasi dalam STM
a.)       Sandi Auditorik
Metode penyandian informasi yang paling dominan dalam STM adalah metode auditorik, sekalipun informasi tersebut dihasilkan dari sandi nonauditorik seperti stimulus visual. Studi dari Conrad (1963) menemukan bahwa kekeliruan yang terjadi pada STM bersumber dari kekeliruan auditorik, bukan visual. Dalam eksperimennya, Conrad menayangkan huruf-huruf yang bunyinya mirip, dan berdasarkan huruf-huruf tersebut, disusun rangkaian enam huruf. Rangkaian itu disajikan pada partisipan dalam bentuk auditorik dan visual. Diasumsikan bahwa para partisipan yang mendapatkan stimuli auditorik (mendengar huruf) akan membuat kekeliruan pada huruf yang bunyinya serupa, sedangkan partisipan yang mendapatkan stimuli visual (membaca huruf) akan membuat kekeliruan karena struktur visual huruf-huruf tersebut. Kesalahan terbesar didapatkan pada partisipan yang mendapat stimuli suara.
b.)      Sandi Visual
Posner, dkk. (1969) menemukan bahwa setidaknya dalam sebagian kecil waktu, informasi disandikan secara visual dalam STM. Dalam sebuah eksperimen, peneliti menyajikan huruf-huruf berpasangan dengan tiga mode: huruf berpasangan yang identik dalam pelafalan dan bentuk (AA, aa), huruf berpasangan yang memiliki pelafalan sama tapi bentuk yang berbeda (Aa), atau huruf berpasangan yang berbeda bentuk sekaligus pelafalan (AB, aB). Hasilnya, partisipan memerlukan waktu lebih lama untuk merespons pasangan huruf yang memiliki pelafalan yang sama namun bentuk yang berbeda (Aa) dibandingkan saat merespons AA.
c.)       Sandi Semantik
Sandi semantik adalah sandi yang berhubungan dengan makna. Eksperimen dari Delos Wickens, dkk. (1970, 1972) mengindikasikan bahwa informasi semantik dapat dipresentasikan dalam STM. Eksperimen ini berdasarkan konsep inhibisi proaktif (PI), yaitu fenomena ketika kemampuan mengingat dihambat oleh adanya hubungan semantik antara daftar yang diingat dengan daftar sebelumnya. Contohnya, ketika seorang partisipan diminta mengingat daftar kata-kata yang tergabung dalam satu kategori (misalnya buah-buahan), mungkin mereka dapat mengingat 90% isi daftar tesebut. Namun bila mereka diminta mengingat daftar kedua yang juga berisi nama-nama buah, kemampuan mereka hanya menjadi 30%. Ketika partisipan diminta menghafalkan daftar yang berisi item yang tidak berhubungan secara semantik dengan daftar sebelumnya, kemampuan mengingat meningkat dengan drastis. Fenomena ini disebut sebagai suatu pelepasan dari PI.
Pengambilan Informasi dari STM
Teknik eksperimental yang dikembangkan oleh Saul Sternberg (1966, 1967, 1969) melibatkan sebuah tugas pemindaian serial (serial scanning task) dimana partisipan mendapatkan serangkaian item stimuli, misalnya angka, dengan jeda 1,2 detik setiap item. Kemudian dimunculkan sebuah angka yang ada (atau tidak ada) dalam daftar sebelumnya. Tugas partisipan adalah membandingkan angka tersebut dengan daftar yang telah diingat dan menjawab apakah angka tersebut memang ada di daftar atau tidak. Pencarian ini dapat berhenti dengan sendirinya (self-terminating) ketika telah menemukan angka tersebut dan memberikan jawaban. Sebaliknya, mungkin partisipan melakukan pencarian menyeluruh terhadap daftar di memori sebelum melaporkan jawabannya. Dengan demikian, waktu reaksi mencerminkan waktu yang diperlukan partisipan untuk melakukan pencarian angka pada daftar dalam memori, dan waktu reaksi dapat berperan sebagai dasar untuk menggambarkan struktur STM sekaligus menggambarkan hukum-hukum pengambilan informasi dari struktur tersebut.

Sumber:

Solso, R.L, Maclin, Otto H, Maclin, M.Kimberly. (2008). Psikologi Kognitif (8th ed). Jakarta: Erlangga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terminasi Hubungan Konseling

Terminasi mengacu pada keputusan untuk menghentikan konseling. Keputusan dapat dibuat sepihak atau bersama. Terlepas dari banyak bahasan m...