Kata Psikologi berasal
dari bahasa Yunani yaitu psyche yang berarti jiwa dan logos yang
berarti ilmu. Jadi secara harfiah psikologi berarti ilmu tentang jiwa. Pendekatan
dan orientasi filsafat Masa Yunani terarah pada eksplorasi alam dan observasi empiris yang ditandai dengan kemajuan di bidang astronomi dan matematika,
meletakkan dasar ciri natural sains pada psikologi yaitu objektif, eksperimen, observasi, dan aktivitas nyata dari organisme hidup. Pertanyaan utama selalu berulang:
“Mengapa kita berperilaku seperti yang kita
lakukan? Mengapa kita mampu menghasilkan penjelasan yang masuk akal dari
beberapa tindakan tapi bukan dari orang lain? Mengapa kita memiliki suasana hati yang berubah?
Mengapa kita tampaknya tahu apa yang kita ketahui?”, dari pertanyaan itu banyak
sekali dari filsuf hingga ahli kedokteran mencoba menggali lebih lanjut
mengenai apa itu psikologi, mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut
dengan berbagai teori dan eksperimen hingga menghasilkan banyak sekali definisi
mengenai psikologi.
Sebelum berdiri sendiri sebagai ilmu
pengetahuan pada tahun 1879, psikologi (atau tepatnya gejala-gejala kejiwaan)
dipelajari oleh filsafat dan ilmu faal. Filsafat sudah mempelajari
gejala-gejala kejiwaan sejak 500-600 tahun SM, yaitu melalui filsuf-filsuf
Yunani Kuno. Diantara para filsuf itu adalah Thales (624-548 SM) yang dianggap
sebagai Bapak Filsafat. Beliau mengartikan jiwa sebagai sesuatu yang
supernatural. Anaximander (611-546 SM) yang berpendapat bahwa segala sesuatau
berasal dari apeiron artinya tak terbatas, tak berbentuk, tak
bisa mati (the boundless, formless, immortal matter), yaitu seperti
konsep tentang Tuhan di zaman sekarang. Anaximenes (490-430 SM) percaya bahwa
jiwa itu ada karena segala sesuatu berasal dari udara. Empedokles (490-430 SM)
menyatakan bahwa ada empat elemen dasar alam, yaitu bumi/tanah, udara, api, dan
air, sedangkan manusia bisa dianalogikan sama, yakni tulang/otot/usus (dari
bumi/tanah), fungsi hidup (dari udara), rasio (dari api), dan cairan tubuh
(dari air). Hipokrates (460-375 SM) dikenal sebagai bapak Ilmu Kedokteran
berpendapat bahwa jiwa manusia digolongkan kedalam empat tipe sanguine (riang),
melankolis (murung), kolerik (cepat bereaksi), flegmatis (lamban).
Dari tiga serangkai yang terkenal diantaranya Sokrates
(469-399 SM), Plato (427-347 SM), dan Aristoteles (384-322 SM). Sokrates
memperkenalkan teknik maeutics, yaitu wawancara untuk
memancing keluar pikiran-pikiran seseorang. Plato berteori bahwa jiwa manusia
mulai masuk ke tubuh sejak manusia ada dalam kandungan, dan mempunyai tiga
fungsi yaitu logisticon (akal) yang berpusat dikepala, thumeticon (rasa)
yang berpusat di dada, dan abdomen (kehendak) yang berpusat
diperut. Aristoteles menyumbangkan pikiran yang sangat penting dalam tulisannya
“The Anima”.
Pemikiran para filsuf Yunani Kuno berkembang
terus sampai pada masa Renaissance, yaitu zaman revolusi ilmu
pengetahuan di Eropa. Masa ini merupakan merupakan reaksi terhadap masa
sebelumnya, dimana pengetahuan bersifat doktrinal di bawah pengaruh gereja dan
lebih didasarkan pada iman. Reaksi ini sedemikian kuat sehingga dapat dikatakan
peran nalar menggantikan peran iman, ilmu pengetahuan menggantikan tempat agama
dan iman di masyarakat. Semangat pencerahan semakin tampak nyata dalam
perkembangan ilmu pengetahuan dan filsafat melalui menguatnya peran nalar (reason)
dalam segala bidang, dikenal sebagai the age of reason. Akal
budi manusia dinilai sangat tinggi dan digunakan untuk membentuk pengetahuan.
Masa Rennaissance ditandai dengan bergesernya fokus pemahaman dari God-centeredness menjadi human-centerednes,
dikenal dengan istilah sekularisasi atau humanity. Tulisan-tulisan filsuf
terkenal seperti Plato, Aristoteles dan lain-lain dikaji untuk melihat
bagaimana pola pikir penulisnya dan konteks histories waktu tulisan itu dibuat.
Maka yang dicari adalah human truth dan bukan God
truth. Kesimpulan akhirnya adalah penerimaan bahwa kebenaran memiliki lebih
dari satu perspektif.
Selanjutnya Masa Pasca Renaisans dan Revolusi
Ilmiah. Ada beberapa pandangan penting tentang manusia pada masa ini yakni pola
pikir yang lebih mekanistik dalam memandang alam dan manusia. Itu berarti alam
memiliki sistem, dapat diramalkan, dan tidak tunduk pada hukum-hukum spritual
belaka. Manusia juga memiliki reason, kemampuan untuk berpikir logis dan dengan
demikian tidak tunduk total kepada hukum spiritual dan kesetiaan semata.
Beberapa teori diantaranya Teori Newton tentang gravitasi, Heliosentris
Copernicus (bertentangan dengan Galileo), mind-body solution dari Descartes. Rene
Descartes (1596-1650) mengemukakan bahwa manusia memiliki dimensi jiwa dan raga
yang tidak dapat dipisahkan. Filsuf Perancis ini, mencetuskan definisi bahwa
ilmu jiwa (psikologi) adalah ilmu tentang kesadaran. Ia mengemukakan mottonya
yang terkenal yaitu “cogito ergo sum” (saya berpikir maka saya ada).
George Barkeley (1685-1753) seorang filsuf Inggris mengemukakan pendapat bahwa
yang terpenting adalah penginderaan, bukan kesadaran atau rasio. Disini
dikenal Nature philosophy yakni alam diatur menurut hukum yang
pasti, empirik dan dapat dibuktikan lewat eksperimen. Memahami alam harus
diikuti sikap mental pengujian fakta obyektif dan eksperimental. Implikasinya
adalah munculnya diskusi tentang. ‘knowledge’ yang menyebabkan
perkembangan ilmu dan metode ilmiah yang maju dengan pesat. Penekanan pada
fakta-fakta yang nyata daripada pemikiran yang abstrak. Ilmu-ilmu eksakta yang
menggunakan pendekatan empiri menjadi semakin dominan, sesuatu yang sampai
sekarang juga masih dapat dirasakan pengaruhnya. Pada masa ini ilmu fisikalah
yang dikenal sebagai ‘the queen of science’, dengan munculnya fisikawan
besar seperti Newton.
Era ilmu faal dimulai pasca-renaisan. Para
ahli ilmu faal (fisiologi) ketika itu, khususnya para dokter mulai tertarik
pada masalah-masalah kejiwaan. Khususnya dibidang fisika (ilmu alam) dan
biologi, para ahli faal berpendapat bahwa jiwa erat sekali hubungannya dengan
susunan syaraf dan refleks. Dimulai dengan Sir Charles Bell (1774-1842,
Inggris). Setelah penemuan-penemuan itu timbullah definisi-definisi tentang
psikologi yang mengaitkan psikologi dengan tingkah laku dan selanjutnya
mengaitkan tingkah laku dengan refleks. Dan perkembangan
definisi-definisi itu masih berlanjut hingga sekarang. Hingga menjadikan
perdebatan mengenai definisi yang terus berlanjut. Sebagian pakar ingin
definisi yang lebih kongkret daripada jiwa, atau mental, sehingga mereka
mendefinisikan psikologi sebagai “aktivitas mental” (John Dewey, Carr), “elemen
instrospeksi/mawas diri (Titchner, Daellenbach), “Waktu reaksi” (Scripture),
“Refleks” (Pavlov), atau “perilaku” (Watson).
Banyak sekali orang-orang terdahulu yang
mendefinisikan psikologi. Tentu saja menarik mengikuti perdebatan tentang
psikologi yang tidak terselesaikan ini. Apalagi ditambah dengan filsuf-filsuf
islam seperti Abu Sina atau Avicenna (980-1037), Imam Ghazali atau Abu Hamid
al-Ghazali (1058-1128).
Dari definisi-definisi para tokoh tersebut
psikologi dapat didefinisikan sebagai kajian saintifik tentang tingkahlaku dan
proses mental organisme. Tiga ide penting dalam definisi tersebut ialah scientific,
tingkahlaku, dan proses mental. Scientific bermakna kajian yang
dilakukan dan data yang dikumpulkan mengikuti prosedur yang sistematik.
Walaupun kaedah scientific diikuti, ahli-ahli psikologi perlu
membuat berbagai tafsiran berdasarkan temuan yang diperoleh. Ini dikarenakan
subjek yang dikaji adalah hewan dan manusia, tidak seperti sesuatu sel (seperti
dalam kajian biologi) atau bahan kimia (seperti dalam kajian kimia) yang secara
perbandingan lebih stabil. Manakala mengkaji tingkah laku hewan atau manusia
memang sukar dan perlu kerap membuat tafsiran.
Tentu saja psikologi bukanlah ilmu yang
berjalan sendiri apalagi kaitannya dengan manusia. Perilaku manusia tidak hanya
dipelajari oleh psikologi, tetapi juga oleh Antropologi, Kedokteran, Sosiologi,
manajemen dan beberapa cabang Linguistik. Semua ini dikelompokan kedalam
keluarga besar “Ilmu-Ilmu Prilaku” (Behavioral Sciences). Yang membedakan
Psikologi dari ilmu-ilmu perilaku lain adalah psikologi lebih menaruh
perhatian pada perilaku manusia sebagai individu, sedang antropologi, sosiologi, dan manajemen lebih pada perilaku manusia sebagai kelompok. Kedokteran memang
menaruh perhatian pada perilaku individu, tetapi lebih menekan gejala-gejala
fisik dan psikologi lebih pada gejala-gejala mental. Di pihak lain, Psikologi
juga dipandang sebagai Ilmu Biososial karena baik aspek-aspek sosial perilaku
organisme maupun aspek-aspek Fisiologis atau Biologis terjadinya prilaku
mendapat perhatian yang sama besarnya. Sejak awal perkembangannya Psikologi
banyak dipengaruhi oleh ilmu-ilmu lain. Telah diakui bahwa psikologi berinduk
kepada Filsafat, khususnya filsafat mental. Namun dalam perkembangan
selanjutnya ilmu-ilmu (Beta) seperti Fisika, Kimia dan Biologi memberikan
andil yang cukup besar baik dalam aspek metodologi maupun topik-topik kajian.
Sulit untuk merinci pengaruh tersebut satu persatu. Berikut ini sekedar
gambaran umum dari pengaruh ilmu-ilmu lain serta cabang-cabang Psikologi yang
lahir dari singgungan tersebut diatas.
Daftar Pustaka
Adawiyah, R. (2011, Februari
Selasa). PsikologiZONE. Dipetik November Sabtu, 2014, dari
Definisi, Sejarah, Hubungan Psikologi :
http://psikologizone.blogspot.com/2011/02/definisi-sejarah-hubungan-psikologi.html
Apa Beda Psikolog dan Psikiater? . (t.thn.). Dipetik November Sabtu, 2014, dari Faculty Of Medicine
Airlangga University: http://www.fk.unair.ac.id/news/focus/apa-beda-psikolog-dan-psikiater.html
Carter, L., & Grivas, J. (2005). Psychology
for South Australia Stage 1. Milton: Jacaranda.
Icha. (2011, November). Definisi
dan Sejarah Perkembangan Ilmu Psikologi . Dipetik November Sabtu,
2014, dari Psychology:
http://chatifanaima.blogspot.com/2011/11/definisi-dan-sejarah-perkembangan-ilmu.html
Patonah, P. S. (2011, Februari
Selasa). Pengertian, Sejarah Psikologi. Dipetik November Sabtu,
2014, dari PsikologiZONE: http://psikologizone.blogspot.com/2011/02/pengertian-sejarah-psikologi.html
Sarwono, S. W. (2012). Pengantar
Psikologi Umum. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Weiten, W. (2011). Psychology
Themes and Variation . United States of America: Wadsworth Cengage
Learning.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar