Rabu, 21 Maret 2018

Terminasi Hubungan Konseling

Terminasi mengacu pada keputusan untuk menghentikan konseling. Keputusan dapat dibuat sepihak atau bersama. Terlepas dari banyak bahasan mengenai konseling terminasi merupakan aspek konseling yang paling sedikit dibahas. Kebanyakan konseling dianggap sudah selesai apabila klien merasa sudah puas dan tidak memiliki masalah lagi. Tapi terminasi hubungan konseling mempunyai dampak pada semua pihak yang terlibat, dan biasanya kompleks serta rumit. Terminasi menghasilkan perasaan campur aduk pada konselor, maupun klien (Kottler, Sexton, & Whiston, 1994 dalam Gladding, 2012). Terminasi mempunyai kekuatan melukai dan menyembuhkan.
Fungsi Terminasi
Menurut sejarah membicarakan terminasi secara langsung dihindari Ward (1984) menyebutkan dua alasannya. Pertama, kata terminasi diasosiasikan dengan kata kalah, konseling seharusnya menekankan pada perkembangan dan pertumbuhan yang tidak berhubungan dengan akhir.  Kedua, terminasi tidak secara langsung berhubungan dengan keahlian mikro yang memfasilitas hubungan konseling.
Terminasi memiliki beberapa fungsi penting. Pertama, terminasi adalah tanda bahwa sesuatu telah selesai dilakukan. Untuk memulai pengalaman baru, pengalaman terdahulu harus diselesaikan dan dipecahkan (Perls, 1969 dalam Gladding, 2012). Baik konselor maupun klien termotivasi oleh pengetahuan bahwa pengalaman konseling terbatas oleh waktu (Young, 2005 dalam Gladding, 2012). Dengan membatasi jumlah sesi dalam konseling ini efektif karena dengan keterbatasan waktu yang ada konselor dan klien akan berusaha untuk memanfaatkan sesi semaksimal mungkin. Kedua, terminasi berarti mempertahankan perubahan yang telah dicapai dan mengembangkan keahlian untuk memecahkan masalah yang telah didapat dari konseling (Dixon & Glover, 1984). Dari sini klien akan memperkuat pengalaman potensial dan membuatnya melihat masa kini dengan cara yang berbeda serta mempraktekkan kemandirian. Ketiga, terminasi bertindak sebagai pengingat bahwa klien adalah orang dewasa (Vickio, 1990 dalam Gladding, 2012). Selain sebagai pertanda bahwa sesuatu telah selesai dilakukan dan pengembangan keahlian, terminasi efektif untuk menandai waktu dalam kehidupan klien.
Saat yang Tepat untuk Terminasi
Tidak ada jawaban pasti namun bagaimanapun terminasi harus direncanakan dan tidak mendadak. Tidak bisa terlalu cepat karena klien dapat kehilangan dasar dari konseling dan kembali mundur ke perilaku sebelumnya. Tidak bisa terlalu lambat pula karena ini dapat menjadikan klien menjadi ketergantungan. Namun ada pertimbangan pragmatis dalam menentukan saat terminasi yang tepat (Cormier & Hackney, 2008; Young, 2005 dalam Gladding, 2012).
  • Apakah klien mencapai tujuan perilaku, kognitif, atau efektif? Kunci dari pertimbangan ini adalah mengatur kontrak yang disetujui bersama sebelum konseling dimulai.
  • Dapatkah klien menunjukkan secara kongkret sampai dimana kemajuan yang diperolehnya dari tujuan yang ingin diacapai? Kemajuan spesifik merupakan dasar terminasi
  • Apakah hubungan konseling dapat membantu? Apabila konseling tidak membantu klien maka terminasi adalah hal tepat dilakukan
  • Apakah konteks awal konseling telah berubah? Apabila konteks awal konseling telah berubah misalnya klien pindah, ada penyakit jangka panjang maka terminasi dipertimbangkan.
Isu Terminasi
1. Terminasi Sesi Individual
Benjamin (1987) menyebutkan dua faktor penting dalam mengakhiri suatu hubungan wawancara. Pertama, baik konselor maupun klien harus menyadari bahawa sesi telah berakhir. Kedua, jangan memperkenalkan atau mendiskusikan materi baru di akhir sesi. Konselor dapat mengakhirri sesi dengan beberapa cara. Salah satunya dengan memberikan pertanyaan singkat yang menandakan bahwa sesi telah berakhir (Benjamin, 1987; Cormier & Hackney, 2008 dalam Gladding, 2012). Mengingatkan sesi segera berkahir, menggunakan bahasa tubuh yang menunjukkan bahawa sesi telah berakhir.
Selanjutnya akan sangat membantu apabila dibuat ringkasan mengenai pembicaraan yang terjadi selama sesi berlangsung. Hal ini mampu menjernihakan kesalahpahaman.
Suatu bagian penting dalam terminasi sesi individual adalah menentukan jadwal perjanjian berikutnya, hal ini dilakukan untuk mencapai kemajuan
2. Terminasi Hubungan Konseling
Konselor dan klien harus sama-sama menyetujui kapan terminasi hubungan yang akurat dan baik (Young, 2005). Umumnya dengan memberikan sinyal verbal ataupun nonverbal dalam mengakhiri hubungan. Termasuk di dalamnya adanya pengurangan intensitas kerja lebih banyak humor, laporan-laporan yang konsisten tentang membaiknya kemampuan menghadapi masalah, komitmen verbal terhadap masa depan, dan lebih sedikit penyangkalan, penarikan diri, kemurungan, dan ketergantungan (McGee, Schuman, & Racusen, 1972; Shulman, 1999; Welfel & Petterson, 2005). Shulman (1999) mengatakan bahwa umumnya seperenam dari waktu konseling harus digunakan untuk membicarakan terminasi.
Ada dua cara memfasilitasi akhir sebuah hubungan konselor-klien. Dixon dan Glover (1948) mendefinisakan pemudaransebagai pengurangan struktur yang tidak alami secara berangsur-angsur yang dikembangkan untuk menciptakan perubahan yang diinginkan. Dengan kata lain klien secara perlahan-lahan berhenti menerima bantuan dari konselor untuk berperilaku dalam cara tertentu dan pertemuan semakin dijarangkan. Cara lain untuk melaksanakan terminasi adalah membantu klien mengembangkan keahlian memecahkan masalah dengan sukses.

Penolakan Terhadap Terminasi
1. Penolakan dari Klien
Dua ekspresi penolakan yang paling mudah dikenali adalah meminta lebih banyak waktu pada akhir sesi dan meminta lebih banyak meminta temu janji setelah suatu tujuan tercapai. Namun ada bentuk lain seperti berkembangnya permasalahan baru yang bukan berasal dari kekhawatiran klien yang pada situasi ini klien dapat membuat konselornya yakin bahwa hanya konselor tersebut yang dapat membantunya dan hal ini membuat konselor akan merasa memiliki kewajiban untuk meneruskan pekerjaannya dengan klien tersebut baik dengan alasan pribadi maupun etika.
Proses terminasi sebaiknya dilakukan secara bertahap dan perlahan-lahan. Misalnya dengan jumlah pertemuan yang terbatas pada tiap sesi, berkonsentrasi bersama klien tentang mempersiapkan diri untuk lepas dari konseling.
Vickio (1990) mengembangkan cara yang unik dalam menerapkan strategi yang kongkret bagi para siswa yang berhadapan dengan rasa kehilangan dan terminasi dalam bukunya The Goodbye Brochure. Mengadapi kehilangan yang sukses dan kehilangan yang tidak sukses dengan lima D (lima M dalam bahasa Indonesia).
Kehilangan yang sukses:
  1. Menentukan cara untuk menjadikan transisi anda sebagai suatu proses yang bertahap
  2. Menemukan makna lain dari aktivitas-aktivitas dalam kehidupan anda
  3. Menggambarkan peran tersebut pada orang lain
  4. Menikmati apa yang telah anda dapatkan dan apa yang ada dihadapan anda
  5. Mendefinisikan bidang-bidang yang berkelanjutan dalam kehidupan anda
Kehilangan yang tidak sukses
  1. Menyangkal kehilangan
  2. Membengkokan pengalaman anda dengan melebih-lebihkan keberhasilan didalamnya
  3. Menurunkan jumlah aktivitas dan hubungan anda
  4. Mengalihkan perhatian dari memikirkan terminasi
  5. Melepaskan diri secara mendadak dari aktivitas dan hubungan anda
Lerner dan Lerner (1983) percaya bahwa penolakan dari klien sering kali disebabkan oleh ketakutan akan perubahan.

2. Penolakan dari Konselor
Goodyear (1981) menyebutkan delapan kondisi dimana terminasi dirasa sangat sulit bagi individu:
  1. Ketika terminasi menjadi sinyal akan berakhirnya sebuah hubungan yang signifikan
  2. Ketika terminasi meningkatkan kegelisahan konselor atas kemampuan kliennya untuk berfungsi secara mandiri
  3. Ketika terminasi membangkitkan rasa bersalah dalam diri konselornya karena belum dapat bekerja lebih efektif untuk kliennya
  4. Ketika konsep professional konselor terancam oleh klien yang pergi dan tiba-tiba marah
  5. Ketika terminasi menjadi sinyal akan berakhirnya suatu pengalaman belajar bagi konselor
  6. Ketika terminasi menjadi sinyal akan berakhirnya suatu pengalaman hidup menyenangkan yang dibayangkan melalui petualangan klien
  7. Ketika terminasi menjadi simbol rekapitulasi selamat tinggal orang lain (khususnya yang tak terpecahkan) di dalam kehidupan konselor
  8. Ketika terminasi memunculkan konflik di dalam diri konselor mengenai individualisasinya sendiri
Adalah sangat penting bagi konselor untuk mengenali kesulitan yang dihadapinya dalam melepaskan klien-klien tersebut. Konselor dapat berkonsultasi dengan rekannya dalam menghadapi permasalahan tersebut atau menjalani konseling untuk memecahkan masalah tersebut.
Terminasi Prematur
Terminasi prematur lebih berhubungan dengan seberapa baik klien telah mencapai tujuan pribadi yang di tetapkan pada awal proses konseling dan seberapa baik dia berfungsi secara umum (Ward, 1984). Terlepas dari cara klien mengekspresikan keinginannya untuk melakukan terminasi prematur, hal ini biasanya memicu pemikiran dan perasaan dalam diri konselor yang harus ditangani. Sebaiknya terminasi prematur ini dibicarakan antara klien dan konselor hal ini dapat membuat pikiran dan perasaan klien maupun konselor dapat diperiksa dan akhir yang prematur dapat dicegah.
Jika klien ingin berhenti maka wawancara keluar harus disiapkan. Ward (1984) menyebutkan 4 keuntungan wawancara ini:
  1. Dapat membantu klien memecahkan perasaan negatif yang berasal dari pengalaman konseling
  2. Berfungsi sebagai suatu cara untuk mengundang klien melanjutkan konseling jika dia menginginkannya
  3. Bentuk lain dari perawatan atau konselor lain dapat disertakan dalam wawancara keluar sebagai pertimbangan bagi klien jika klien menginginkannya
  4. Wawancara keluar dapat meningkatkan peluang bahwa dilain waktu ketika klien membutuhkan bantuan, dia akan kembali untuk mencari bantuan konseling
Ada dua kesalahan yang biasanya terjadi pada konselor yang pertama menyalahkan klien ataupun diri sendiri. Akan lebih produktif apabila konselor menganggap bahwa terminasi prematur ini bukan kesalahan siapapun. Yang kedua pihak konselor adalah pihak yang arogan terhadap situasi. Untuk menghindari kesalahan Cavanagh (1990) merekomendasikan agar konselor mencari tahu mengapa klien mengakhiri konseling secara prematur.
Daftar berikut menyebutkan beberapa variabel yang seringkali efektif dalam mencegah terminasi prematur (Young, 2005):
  • Temu janji, semakin sedikit interval waktu antara temu janji satu dengan berikutnya semakin reguler penjadwalannya, semakin baik
  • Orientasi pada konseling, semakin klien mengetahui proses konseling semakin tinggi minat mereka untuk tetap melanjutkannya
  • Konsistensi konselor, konselor yang pertama kali menjumpai klien harus melanjutkan konseling tersebut
  • Pengingat untuk memotivasi kehadiran klien
Terminasi Insiatif Konselor
Lawan dari terminasi prematur. Terkadang konselor perlu mengakhiri hubungan dengan beberapa atau semua kliennya. Alasannya bisa sakit, bekerja melalui countertransference, relokasi ke area lain, akhir dari masa praktikum atau asistensi, perjalanan panjang ke daerah lain, dan menyadari bahwa kebutuhan klien dapat dipenuhi baik oleh orang lain.
Baik London (1982) maupun Seligman (1984) menyajikan model untuk membantu klien dalam menghadapi ketidakhadiran konselornya untuk sementara. Para peneliti ini menegaskan bahwa klien dan konselor seharusnya mempersiapkan diri sedini mungkin untuk menghadapi terminasi sementara dengan mendiskusikan secara terbuka peristiwa yang akan terjadi dan mengatasi perasaan yang mendalam sehubungan dengan perpisahan tersebut.
Ada terminasi permanen yang diinisiatifkan konselor. Pada terminasi permanen atas inisiatif konselor, masih tetap penting untuk meninjau ulang kemajuan klien, mengkhiri hubungan pada waktu yang spesifik, dan membuat rencana pasca konseling.
Pengakhiran dengan Catatan Positif
Proses terminasi melibatkan serangkaian check point yang dapat dikonsultasikan oleh konselor dan kliennya untuk mengevaluasi kemajuan yang mereka buat dan menentukan kesiapan mereka untuk pindah ke tahap selanjutnya. Welfel dan Patterson (2005) menyajikan empat panduan yang dapat digunakan oleh konselor untuk mengakhiri suatu hubungan konseling yang intens dalam suatu cara yang positif:
  1. Sadar akan kebutuhan dan keinginan memberikan waktu pada klien untuk mengekspresikannya
  2. Meninjau ulang peristiwa-peristiwa penting dalam konseling dan membawa hasil tinajuan tesebut ke saat ini
  3. Mengakui dan mendukung perubahan yang telah dilakukan oleh klien
  4. Meminta kontak lanjutan
Masalah yang berhubungan dengan Terminasi: Tindak Lanjut dan Rujukan
a.      Tindak Lanjut
Tindak lanjut melibatkan pengecekan untuk melihat bagaimana perkembangan klien, dalan kaitannya dengan semua permasalahan yang ada, beberapa saat setelah terminasi terjadi (Okun & Kantrowitz, 2008). Intinya ini adalah proses pemantauan positif yang mendorong pertumbuhan klien (Egan, 2007). Tindak lanjut ini mampu memperkuat hasil.
Tindak lanjut dapat dalam jangka panjang maupun pendek. Jangka pendek biasanya dilakukan 3 hingga 6 bulan setelah satu hubungan konseling diakhiri. Jangka panjang setidaknya dilakukan selama 6 bulan setelah terminasi.
Ada 4 cara:
  1. Mengundang klien untuk suatu sesi guna membicarakan kemajuan-kemajuan yang diperolehnya dalam mencapai tujuan yang diinginkan
  2. Menghubungi klien melalui telepon
  3. Konselor mengirim surat kepada klien yang menanyakan mengenai kondisi klien sekarang
  4. Cara yang lebih impersonal yaitu konselormengirimkan surat yang berisi daftar pertanyaan tentang kondisi klien sekarang
Tindak lanjut personal paling efektif untuk mengevaluasi pengalaman masa lampau. Hal ini memberikan jaminan pada klien bahwa mereka diperhatikan sebagai individu bukan daftar statistik.
Jika pada sesi terakhir konselor dan klien menyetujui adanya tindak lanjut, tipe pemantauan diri dapat menjadi sesuatu yang berarti dan memberi klien bukti kongkret akan kemajuannya serta pandangan yang lebih jelas mengenai kebutuhannya saat ini
b.      Rujukan dan Daur Ulang
Rujukan adalah mengatur bantuan lain bagi klien ketika perjanjian awal tidak berjalan lancar atau tidak membantu  (Okun & Witz, 2008). Rujukan melibatkan bagaimana, kapan, dan siapa.

Daur ulang adalah suatu alternatif ketika konselor menganggap  meski proses konseling belum berjalan dengan baik tetapi masih dapat diperbaiki. Hal ini berarti memeriksa ulang semua tahap dalam proses terapi, dengan begitu klien dan konselor dapat merevisi atau mengulang proses konseling. Konseling seperti layaknya pengalaman tidak selalu sukses pada upaya pertama. Daur ulang memberikan klien dan konselor sebuah kesempatan kedua untuk mencapai apa yang diinginkan oleh masing-masing pihak yaitu perubahan yang positif. 

Humanistic Psychology at the Crossroads

Dalam studi literatur ini, kami menjabarkan bagaimana psikologi humanistik dalam beberapa alirannya yang berseberangan menurut buku karya Schneider, Bugental, dan Pierson (2001) yang berjudul Handbook of Humanistic Psychology. Kami menjelaskan secara spesifik bagaimana pandangan Schneider dan kawan-kawan berdasarkan perspektif kami dengan membandingkan isi di bagian chapter 2 buku mereka ini. Kami juga memaparkan kelebihan dan kekurangan dari penjelasan mereka di dalam isi chapter buku tersebut.
Pada bagian awal chapter, Taylor & Martin (dalam Schneider, dkk., 2001) mencoba untuk membawa isu mengenai psikologi humanistik yang menjadi kontroversi. Apakah psikologi eksistensial-humanistik begitu dipertimbangkan dalam keilmuan psikiatri maupun psikologi yang berfokus pada psikoterapi? Disebutkan bahwa APA (2000 dalam Taylor & Martin dalam Schneider, dkk., 2001) pun masih menggali keabsahan dari pedoman psikoterapi berdasarkan pendekatan psikologi humanistik (Taylor & Martin dalam Schneider, dkk., 2001). Psikologi humanistik sendiri diyakini oleh penulis (Taylor & Martin dalam Schneider, dkk., 2001) akan sanggup berkembang meskipun hingga 40 tahun ia sulit untuk diterima kalangan psikolog secara umum.
Taylor dan Martin (dalam Schneider, dkk., 2001) mengatakan bahwa kontribusi psikologi humanistik sangat luas cakupannya dan telah lebih dari 50 tahun lamanya. Dalam perkembangan keilmuan psikologi, khususnya klinis, terjadi reduksi pendekatan behavioral yang menjadikan pendekatan psikoanalisis lebih diminati. Hal ini didukung pula oleh para ilmuwan macropersonality di tahun 1930-an yang sama-sama berpendapat bahwa seharusnya person-centered menjadi fokus utama psikologi (Taylor & Martin dalam Schneider, dkk., 2001). Taylor dan Martin (dalam Schneider, dkk., 2001) mengatakan bahwa hal ini menjadi cikal bakal teori client-centered dari Carl Roger, pandangan eksistensial Rollo May, dan juga hirarki kebutuhan dari Abraham Maslow di tahun-tahun berikutnya.
Maslow dan Sutich (dalam Taylor & Martin dalam Schneider, dkk., 2001) datang dengan ketidakpuasan dengan eksperimen dan perubahan sosial yang mengesampingkan spiritual keluar dari gambaran kehidupan. Maslow dan Sutich bekerjasama untuk memperkenalkan dimensi kesadaran diri kembali dalam dunia psikologi, dengan poosisinya di organisasi mereka menamai dengan perubahan kemanusiaan (humanistik movement) pada tahun 1969 ini merupakan dasar awal  dari pembangunan jurnal tentang psikologi transpersonal. Dimensi spritual tentang pengalaman, mengaktualisasikan diri, mediasi, meta-nilai dan kesadaran yang tinggi untuk memunculkan usaha baru.
Perubahan yang terjadi secara tiba-tiba, untuk itu Maslow dan Sutich mengambil sebagian besar sebagian besar pemimpin gerakan humanis di waktu itu (dalam Taylor & Martin dalam Schneider, dkk., 2001). Akibatnya terjadi perubahan atau pergeseran yang dramatis di akademi psikologi dalam hal budaya, hal itu merupakan konsekuensi yang tidak diinginkan. Pada saat itu muncul beberapa gerakan tandingan psikoterapi yang didorong oleh kemajuan psikologi humanistik dan meluasnya eksperimen psychedelics, meningkatnya minat terhadap gerakan agama dari budaya Asia, munculnya gerakan anti perang, munculnya feminisme dan politik gender radikal, dan beberapa minat lain yang sebelumnya belum pernah terjadi di jaman era modern.
Pertanyaannya sekarang, dimana letak gambaran psikologi humanistik ? Saat ini institut psikologi humanistik, Saybrook Garduate School dan pusat penelitian, dengan akreditasi A dan program PH.D, tetapi di dominasi oleh ilmu pengetahuan tentang manusia daripada humanistik. Pada intinya psikologi humanistik hanya merepresentasikan sebagian kecil dari psychotherapeutic dan hanya sebagain kecil yang diterapkan di akademi psikologi. Jurnal mengenai psikologi humanistik tidak diakui oleh APA, namun tetap dipakai untuk mendukung sebagai literatur.
Psikologi mainstream menganggap humanistik bukanlah pendekatan ilmiah (dalam Taylor & Martin dalam Schneider, dkk., 2001). Psikologi humanistik memiliki kesalahan karena dianggap terlalu banyak memuja individu dan pengalaman mereka. Walsh & Schneider (dalam Taylor & Martin dalam Schneider, dkk., 2001) mengemukakan psikologi transpersonal meyakini bahwa humanistik mempelajari mengenai eksistensi dan dan psikologi transpersonal mengenai spiritual, karena spiritual memiliki posisi lebih tinggi maka psikologi transpersonal dianggap mampu menggantikan humanistik. Dinamika kelompok cenderung lebih jauh dari lingkungan intelektual yang menghubungkan tradisi humanistik untuk disiplin yang lebih tinggi. Para ilmuwan telah dibanjiri oleh ideologi Marxisme radikal yang telah berhasil menjajah setiap relung kebebasan yang diciptakan oleh gerakan humanistik dalam psikologi di Amerika Serikat sejak tahun 1960-an (dalam Taylor & Martin dalam Schneider, dkk., 2001).
Psikologi humanistik, sementara itu, umumnya telah kembali ke postmodernisme dan ideologinya, percaya ilmu pengetahuan manusia menjadi rubrik yang lebih umum yang membedakan pendekatan mekanistik untuk ilmu lebih dari person-centered (dalam Taylor & Martin dalam Schneider, dkk., 2001). Pada saat yang sama, gerakan humanistik telah menyebar sumber daya sedikit diatas medan yang luas, yang bertujuan bisnis, hukum, kedokteran, seni, dan budaya dengan cara yang telah cukup tidak jelas sumbernya dalam psikologi.
Jadi, kita sekarang dapat mempertajam pertanyaan cukup dengan kembali bertanya dengan cara yang berbeda tetapi diinformasikan dengan cara lebih historis Apa potensi masa depan psikologi humanistik dalam psikologi? Apakah akan diserap ke dalam arus mainstream? Atau, ia akan membangkitkan psikolog untuk pembangunan ilmu baru yang akhirnya membahas spektrum penuh dari pengalaman manusia, sehingga berpotensi mengubah ilmu-ilmu lain melalui psikologi dan, pada saat yang sama, membuka dialog baru antara ilmu pengetahuan dan humaniora?
Jika psikolog humanistik terus melanjutkan untuk proses sepanjang  mereka hadir, menghamburkan perhatian mereka di terlalu banyak bidang studi dan percaya bahwa masa depan mereka terletak pada mengemukakan teori yang sudah ketinggalan zaman postmodernisme sementara melupakan akar dasar mereka dalam psikologi, maka jawabannya adalah bahwa kontribusi dasar mereka ditakdirkan untuk dikurung oleh psikolog mainstream, dan nasib mereka akan sama dengan psikolog Gestalt eksperimental dari tahun 1930-an. Psikologi Gestalt adalah tantangan laboratorium eksperimental pertama yang unik dengan atomisme Wundtian yang selalu mendominasi laboratorium eksperimental Amerika karena secara keseluruhan Gestalt pada saat yang sama itu tetap ilmiah dan eksperimental. Psikolog eksperimental Amerika menetralkan secara efektif tantangan epistemologis, bagaimanapun, dengan mengurung  ide utama dari figure-ground, closure, contrast, continuity, dan sejenisnya ke dalam aliran buku pelajaran psikologi umum tanpa harus menghadapi pertanyaan metafisik mengangkat tentang cara ilmu dasar dilakukan. Psikologi Amerika kemudian melanjutkan menjadi perilaku dan reduksionistik. Psikologi humanistik sekarang tampaknya akan mengalami perpaduan yang serupa.
Psikologi humanistik merupakan pendekatan baru dalam disiplin ilmu psikologi yang membuat sebuah perubahan besar tidak hanya bagi ilmu psikologi saja tapi juga bagi ilmu alam dan ilmu sosial. Hasil dari psikologi humanistik yang berbeda inilah yang membuat perubahan dalam ilmu psikologi dan ilmu sosial serta ilmu alam. Agar psikologi humanistik diakui oleh kalangan akdemisi, diperlukan sebuah usaha dari para tokoh psikologi humanistik. Selain agar psikologi humanistik diakui oleh kalangan akademisi, juga agar dapat terlibat sebagai ilmuwan, klinis, dan administrator. Oleh karena itu psikologi humanistik membutuhkan seorang pemimpin yang dapat mengidentifikasi dan melakukan gerakan yang signifikan untuk psikologi humanistik.
Psikologi humanistik memberikan pandangan baru yaitu mengenai pentingnya mengkaji person-centered. Person-centered merupakan ilmu psikologi yang fokus pada individu sebagai subjek utama. Untuk menyadarkan kalangan akademisi mengenai pentingnya person-centered maka psikologi humanistik harus lebih memasukkan ilmu psikologis dalam kajiannya. Dalam psikologi humanistik psikoterapi tidak hanya digunakan sebagai tempat untuk transformasi kepribadian tetapi juga sebagai laboratorium jenis baru dalam psikologi eksperimental. Pada dasarnya psikologi humanistik masih membutuhkan masukan dukungan keuangan, anggota, dan pengikut jurnal psikologi humanistik yang lebih banyak.
Eugene Taylor dan Frederick Martin (dalam Schneider dkk, 2001) memberikan pendapat dalam tulisannya mengenai kontribusi yang dapat diberikan oleh psikologi humanistik. Psikologi humanistik harus membuat psikologi modern yang memiliki perhatian terhadap eksperimentalis agar fokus pada fenomenologi daripada positivistik bagi sebuah penelitian ilmu baru.


Oleh:
Tim kelompok psikologi humanistik

Sumber:
Schneider, K., Bugental, J., Pierson, J. (2001). The Handbook of Humanistic Psychology: Leading Edges in Theory, Research, and Practice

Rabu, 14 Februari 2018

Modelling

A.    Konsep dasar
        Albert Bandura sangat terkenal dengan teori pembelajaran sosial (Social Learning Teory) salah satu konsep dalam aliran behaviorisme yang menekankan pada komponen kognitif dari fikiran, pemahaman dan evaluasi. Salah satu teorinya yang terkenal yaitu modelling. Bandura menjelaskan proses mengamati dan meniru perilaku dan sikap orang lain sebagai model merupakan tindakan belajar, walaupun model tidak mendapat penguatan positif maupun negatif dan model bisa juga dalam bentuk visualisasi atau bahkan tokoh imajinatif. Teori Bandura menjelaskan perilaku manusia dalam konteks interaksi timbal balik yang berkesinambungan antara kognitif, perilaku dan pengaruh lingkungan. Kondisi lingkungan sekitar individu sangat berpengaruh pada pola belajar sosial jenis ini. Seperti salah satu eksperimen yang sangat terkenal yaitu Bobo Doll experiment yang menunjukkan anak – anak meniru seperti perilaku agresif dari orang dewasa disekitarnya, dalam eksperimen ini beliau telah menjalankan kajian bersama Walter (1963).
         Dalam belajar, modelling merupakan dasar percepatan belajar juga merupakan suatu konsep bagi proses memproduksi atau membentuk perilaku yang dipelajari melalui mengobservasi orang lain dan aktivitas atau simbol selaku contoh sebagai alat mempermudah perubahan tingkah laku. Prosedur modelling berlangsung wajar dalam kehidupan sehari-hari. Biasanya digunakan untuk melatih anak-anak cacat (baik fisik maupun mental), anak normal, serta para pekerja. Modelling ini perlu umumnya digunakan ketika instruksi verbal yang diberikan tidak mampu dipahami atau gagal.
         Prinsip dari modelling sederhana, yaitu “memamerkan” perilaku seseorang atau perilaku. Prosedur ini memanfaatkan proses belajar melalui pengamatan, dimana perilaku seseorang atau beberapa orang model atau teladan berperan sebagai perangsang terhadap pikiran, sikap atau perilaku pengamat. Prinsip lain yang harus dipahami adalah beberapa orang lebih trainable daripada educable, artinya nalar tidak begitu jalan tetapi pengamatan dan meniru lebih unggul.
         Selain itu modelling juga terdapat kaitan dengan imitasi atau meniru, akan tetapi meniru tidak sama dengan modelling, kritik ini disanggah melalui bukti dari konsep abstract modellling, dimana orang mengamati model yang melakukan berbagai macam respon yang memiliki kaidah atau prinsip umum. Dapat disimpulkan bahwa modelling merupakan salah satu teknik konseling dimana seseorang belajar membuat dan menerapkan perilaku baru melalui proses pengamatan, mengobservasi, menggeneralisir perilaku orang lain (model), dimana dalam modeling ini juga melibatkan proses kognitif dan kreatif bukan semata-mata meniru atau imitasi saja.
         Jenis – jenis Peniruan (Modelling):
1. Peniruan Langsung
         Pembelajaran langsung dikembangkan berdasarkan teori pembelajaran social Albert Bandura. Ciri khas pembelajaran ini adalah adanya modelling, yaitu suatu fase dimana seseorang memodelkan atau mencontohkan sesuatu melalui demonstrasi bagaimana suatu ketrampilan itu dilakukan. Meniru tingkah laku yang ditunjukkan oleh model melalui proses perhatian. Contoh: Meniru gaya penyanyi yang disukai.
2. Peniruan Tak Langsung
         Peniruan Tak Langsung adalah melalui imaginasi atau perhatian secara tidak langsung. Contoh: Meniru watak yang dibaca dalam buku, memperhatikan seorang guru mengajarkan rekannya.
3. Peniruan Gabungan
         Peniruan jenis ini adalah dengan cara menggabungkan tingkah laku yang berlainan yaitu peniruan langsung dan tidak langsung. Contoh: Pelajar meniru gaya gurunya melukis dan cara mewarnai daripada buku yang dibacanya.
4. Peniruan Sesaat atau seketika.
         Tingkah laku yang ditiru hanya sesuai untuk situasi tertentu saja. Contoh: Meniru Gaya Pakaian di TV, tetapi tidak boleh dipakai di sekolah.
5. Peniruan Berkelanjutan
         Tingkah laku yang ditiru boleh ditonjolkan dalam situasi apapun. Contoh: Pelajar meniru gaya bahasa gurunya.
            B.     Langkah-langkah pelaksanaan yang efektif
 Memilih media pemeran
          Pemberian contoh dari model yang sesungguhnya atau betul-betul hidup  biasanya dibutuhkan oleh subyek yang membutuhkan umpan balik, partisipasi maupun bantuan fisik dari model.
  • Contoh 1 (partisipasi model)
            Arif mengalami kesulitan belajar menulis. Karena itu selain memberi contoh di papan tulis dan di buku tulis Arif, guru sekolah juga akan memegangi tangan Arif selagi ia menggoreskan pensilnya
  • Contoh 2 (bantuan fisik)
            Setelah memberi contoh melakukan jungkir balik, maka pak Catur membantu menggulingkan badan Mario selagi ia mencoba melakukan jungkir balik
Memilih teladan
            Pada umumnya yang dijadikan model adalah orang yang dianggap ahli, berpengalaman, sukses, berkuasa, populer, atau memiliki sesuatu yang layak untuk dikagumi. Penggunaan beberapa model adakalanya lebih efektif sebab menimbulkan efek generalisasi, artinya perilaku yang ditiru tidak khusus hanya dapat dilakukan oleh model.
Memamerkan secara mengesankan atau berulang-ulang
            Model yang mengesankan, selain menarik perhatian juga menyebabkan perilaku yang dipamerkan tertanam dalam ingatan. Bila pemeran kurang mengesankan, perlu dibuat berulang-ulang secara wajar untuk menghindari kejenuhan
Meminta Menirukan dengan Segera dan Berulang-Ulang
            Mengulang dan berlatih akan membantu subyek dalam menjabarkan perilaku sasaran sehingga ketrampilan motorik ataupun verbal yang dibutuhkan oleh subyek dapat berkembang. Ketika pelaksanaan perilaku menjadi lancar & efisien, maka hal tersebut akan menjadi pengukuh positif bagi subyek (perasaan puas bahwa ia telah mampu menguasai sesuatu).
Melakukan Secara Bertahap (Bila Perlu)
            Bila perilaku yang disajikan tergolong kompleks, maka hendaknya perilaku tersebut dipecah menjadi lebih sederhana dan disajikan tahap demi tahap. Sajikan langkah-langkah penting yang paling mendasar sebelum menyajikan seluruh urutan perilaku.
Mengikuti Pelaksanaan Perilaku (Bila Diperlukan)
             Beberapa program memerlukan participant modeling.
Memamerkan Konsekuensi Positif
             Perilaku yang berakibat positif atau yang berasosiasi positif cenderung ditiru. Ketika menjadi seorang model atau teladan, hendaknya tampak percaya diri, tidak tegang, serta menunjukkan penampilan fisik, verbal dan emosional yang berbahagia.
Memberi Pengukuh dengan Segera
             Bila perilaku mendapat pengukuh dengan segera, maka perilaku ini cenderung berulang. Perilaku yang tidak dapat dipisahkan dari konsekuensi positif cenderung cepat terkukuhkan sesegera mungkin setelah dilaksanakan.
                 C.    Contoh aplikasi
             Dalam modeling, seseorang yang belajar mengikuti kelakuan orang lain sebagai model. Tingkah laku manusia lebih banyak dipelajari melalui modelling atau imitasi daripada melalui pengajaran langsung. Saya akan mengambil salah satu contoh aplikasi modeling tak langsung dosen sebagai model. Dosen yang biasanya cukup tepat waktu saat mengajar, tidak pernah mengeluarkan kata-kata yang menyinggung perasaan, jelas dalam menyampaikan materi pelajaran sehingga mudah dimengerti, senyumnya tulus, membuat situasi kelas tidak tegang, maka kalau hal ini dilakukan secara terus menerus mahasiswa akan merekam perilaku ini. Dalam memorinya tersimpan satu karakter yang patut untuk ditiru. Perasaan atau keinginan untuk meniru ini merupakan titik awal untuk merubah perilaku karena para mahasiswa merasa nyaman.

Daftar pustaka
PPT Modelling fakultas psikologi universitas airlangga
Robert S., 2012. Pengantar Psikologi. Penerbit Salemba Humanika. Jakarta.
Alwisol. (2012). Psikologi Kepribadian. Malang: UMM Press.
Hergenhahn, B. R., & Olson, M. H. (2009). Theories Of Learning (7th ed.). (T. Wibowo, Ed.) Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Fungsi Komunikasi Nonverbal

Secara teoritis komunikasi nonverbal dapat dipisahkan dari komunikasi verbal, namun dalam kenyataannya kedua komunikasi itu jalin menjalin dalam komunikasi tatap muka sehari-hari. Seperti ketika mengatakan iya atau benar maka secara otomatis kita akan mengangguk, baik itu mengangguk setelah berkata tidak ataupun sebelumnya. Mark L Knapp mengemukakan istilah nonverbal biasanya digunakan untuk melukiskan semua peristiwa komunikasi diluar kata-kata terucap atau tertulis. Pada saat yang sama kita harus menyadari bahwa banyak peristiwa dan perilaku nonverbal ini ditafsirkan melalui simbol-simbol verbal. Dalam pengertian ini, peristiwa dan perilaku nonverbal itu tidak sungguh-sungguh bersifat nonverbal. Mark L. Knapp, menyebut lima fungsi pesan nonverbal dihubungkan dengan pesan verbal:
  1. Repetisi (repeating), yaitu mengulang kembali gagasan yang sudah disajikan secara verbal. Misalnya setelah mengatakan penolakan saya, saya menggelengkan kepala.
  2. Substitusi, yaitu menggantikan lambang-lambang verbal. Misalnya tanpa sepatah katapun kita berkata, kita menunjukkan persetujuan dengan mengangguk-anggukkan kepala.
  3. Kontradiksi, menolak pesan verbal atau memberi makna yang lain terhadap pesan verbal. Misalnya anda ’memuji’ prestasi teman dengan mencibirkan bibir, seraya berkata ”Hebat, kau memang hebat.” contoh lain, ”saya tidak marah” dengan suara yang keras dan muka merah dan mata melotot.
  4. Complementing, yaitu melengkapi dan memperkaya makna pesan nonverbal. Misalnya raut muka yang menunjukkan tingkat penderitaan yang tidak terungkap dengan kata-kata,  mengunggkapkan rasa sayang sambil memeluk dan mengelus-elus kepala.
  5. Aksentuasi/accenting/menekannkan, yaitu menegaskan pesan verbal atau menggarisbawahinya. Misalnya, mengungkapkan betapa jengkelnya, dengan memukul meja. Contoh lain ”saya tidak ingin bertemu anda lagi” sambil memukuli meja saat mengatakan tidak ingin. Bisa dilihat dari waktu
Tidak ada struktur yang pasti, tetap, dan dapat diramalkan mengenai hubungan antara komunikasi verbal dan nonverbal. Keduanya akan berlangsung spontan, serempak, dan non sekuensial. Namun terdapat perbedaan pokok antara komunikasi verbal dan nonverbal.
  1. Sementara perilaku verbal adalah saluran tunggal, perilaku nonverbal bersifat multisaluran. Maksud dari saluran tunggal disini ialah kata-kata datang dari satu sumber misalnya kata-kata yang diucapkan, kata-kata yang dibaca di media. Sedangkan isyarat nonverbal dapat dilihat, didengar, dirasakan, dibaui, atau dicicipi dan beberapa isyarat boleh jadi berlangsung secara simultan.
  2. Pesan verbal terpisah-pisah sedangkan pesan nonverbal sinambung. Artinya orang dapat mengawali dan mengakhiri pesan verbal kapanpun ia menghendakinya sedangkan pesan nonverbalnya tetap “mengalir” sepanjang ada orang yang hadir di dekatnya.
  3. Komunikasi nonverbal mengandung lebih banyak muatan emosional daripada komunikasi verbal. Sementara kata-kata umumnya digunakan untuk menyampaikan fakta, pengetahuan, atau keadaan. Pesan nonverbal lebih potensial untuk menyatakan perasaan seseorang, yang terdalam sekalipun, seperti rasa sayang atau sedih.
Paul Ekman menyebutkan lima fungsi pesan nonverbal, seperti yang dapat dilukiskan dengan perilaku mata, sebagai berikut:
  • Emblem, gerakan mata tertentu merupakan simbol yang memiliki kesetaraan dengan simbol verbal. Seperti kerlingan mata kepada seseorang yang dapat mengatakan “saya sedang menggoda anda”
  • Ilustrator, pandangan kebawah dapat menunjukkan deperesi atau kesedihan
  • Regulator, kontak mata berarti saluran percakapan terbuka. Memalingkan muka berarti ketidaksediaan berkomunikasi.
  • Penyesuai, kedipan mata yang cepat meningkat ketika seseorang berada dalam tekanan. Hal ini merupakan respon tubuh yang tidak disadari yang merupakan upaya tubuh untuk mengurangi kecemasan.
  • Affect display, pembesaran manik mata (pupil dilation) menunjukkan peningkatan emosi. Isyarat wajah lainnya menunjukkan perasaan takut, terkejut, atau senang.
Lebih jauh lagi, dalam hubungannya dengan perilaku verbal, perilaku nonverbal mempunyai fungsi-fungsi sebagai berikut:
  • Perilaku nonverbal dapat menggulangi perilaku verbal, misalnya mengangguk ketika berkata iya, menggeleng ketika berkata tidak menunjuk ketika mengarahkan ke sebuah tempat.
  • Memperteguh, menekankan, atau melengkapi perilaku verbal. Misalnya melabaikan tangan sambil mengucapkan “selamat jalan” atau “bye bye”. Misalnya menggunakan gerakan tangan nada suara meninggi atau suara melambat ketika berpidato di depan umum perilaku seperti inilah yang disebut affect display.
  • Perilaku nonverbal dapat mneggantikan perilaku verbal, jadi berdiri sendiri. Misalnya menggoyangkan tangan dengan telapak tangan mengarah kedepan, ini sebagai pengganti kata “tidak”. Isyarat nonverbal yang menggantikan kata atau frase inilah ynag disebut emblem.
  • Perilaku nonverbal dapat meregulasi perilaku verbal. Misalnya anda membereskan alat tulis atau buku-buku, atau melihat jam tangan menjelang kuliah berakhir, sehingga dosen menutup kuliahnya
  • Perilaku nonverbal dapat membantah atau bertentangan dengan perilaku verbal. Misalnya istri yang membeli perhiasan baru dan ditunjukkan kepada suaminya lalu suaminya berkata “Bagus! Bagus!” sambil melihat televisi atau dosen yang melihat jam tangannya terus menerus sedangkan dia bilang dia memliki waktu untuk mahasiswanya.
Jika terdapat pertentangan antara pesan verbal dan pesan nonverbal. Biasanya lebih dipercaya pesan nonverbal, yang menunjukkan pesan sebenarnya, karena pesan nonverbal lebih sulit dikendalikan daripada pesan verbal. Kita dapat mengendalikan sedikit perilaku nonverbal, namun kebanyakan perilaku nonverbal berada diluar kesadaran kita.
Pentingnya komunikasi nonverbal kadang tidak kita sadari. Padahal komunikasi nonverbal mengambil bagian 70% lebih banyak dari komunikasi verbal. Sebelum kesepakatan bahasa sebagai komunikasi verbal. Komunikasi secara nonverbal telah berlangsung terlebih dahulu. Saat ini secara tidak sadar komunikasi verbal telah mengalir dalam komunikasi kita sehari-hari dalam berperilaku. Seperti ‘membaca’ kebohongan biasanya lebih terlihat dari komunikasi nonverbal yang dilakukan seseorang.
Daftar Pustaka

Mulyana, D. (2008). Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Mengingat dan Melupakan

Perspektif Historis
Orang yang pertama kali menulis tentang eksperimen mengenai memori adalah Hermann Ebbinghaus (1850-1909) dalam karyanya yang bertajuk On Memory (1885). Tetapi, sepertinya cukup mustahil beliau dapat memandang ke depan dan mengetahui dampak yang akan ditimbulkan sepanjang sejarah dari karya yang dibuatnya mengenai memori tersebut. Meskipun, filsuf pada zaman itu telah berspekulasi mengenai memori, tetapi belum ada satu alat ukur yang memadai, dan database mengenai eksperimen-eksperimen memori. Meskipun dengan sumber daya yang terbatas, Ebbinghaus memiliki suatu firasat bahwa sensasi, perasaan, dan ide-ide yang pada suatu waktu dimiliki seseorang secara sadar, tetap tersembunyi di suatu tempat dalam memori.
Zeitgeist dimana Ebbinghaus bekerja, lebih menekankan bahwa memori dapat dipahami dengan mempelajari ide-ide yang telah terbentuk sebelumnya, lalu setelah itu kita akan melangkah mundur untuk menemukan sumber ide-ide tersebut. Ebbinghaus membalik itu, ia mampu menerapkan kendali ilmiah atas variabel-variabel yang sebelumnya tidak dipisahkan dari memori. Ebbinghaus bukan hanya pencetus teori dan pelaksana eksperimen, melainkan ia juga satu-satunya subjek penelitian yang dapat ia gunakan, sehingga ia menghadapi permasalahan untuk menemukan sesuatu yang dapat mengajarinya hal-hal yang belum ia ketahui. Akhirnya, ia mencoba dengan mempraktikan kata yang terdiri dari tiga huruf, konsonan-vokal-konsonan, seperti : ZAT, BOK, dan lain-lain. Kata-kata seperti itu memang tampaknya akan dilupakan dengan mudah, dan memang demikian yang terjadi. Ebbinghaus dengan rajin menghapalkan kata-kata yang sudah dia buat selama beberapa interval waktu tertentu, dan hasilnya semakin hari jumlah kata yang mampu ia ingat dari yang kemarin semakin menurun jumlahnya.
Teori-teori Kelupaan
A.  Kegagalan Penyandian (Failure to Encode)
Suatu kondisi dimana informasi tidak memasuki otak kita melalui reseptor-reseptor sensorik akibat pengaruh sistem atensi. Akibatnya, gagal memasukkan materi informasi kedalam Long Term Memory kita. Salah satu faktor yang mempengaruhi menurut Hukum (Yerkes & Dodson, 1908) adalah tingkat arousal yang sangat rendah atau sangat tinggi dapat menghambat kinerja memori dan proses-proses kognitif yang lain.
B.  Kegagalan Konsolidasi (Consolidation Failure)
Hilangnya memori akibat gangguan organik yang terjadi saat pembentukan jejak memori (memory trace), yang berakibat pada terbentuknya memori-memori yang tidak sempurna, yang bagi individu yang bersangkutan dirasakan sebagai “kelupaan”.
C.  Amnesia
Terjadi akibat adanya masalah di otak. Biasanya disebabkan oleh penyakit, seperti alzheimer dan sindrom korsakoff, atau cedera traumatik di otak. Alzheimer disebabkan oleh molekul protein yang melekat secara berlebihan di glumatate, yang menghambat fungsi glumatate sebagai pengaktif proses-proses memori di otak (Hoe dkk., 2006). Sindrom korsakoff terjadi akibat dari defisiensi serius Vitamin B1. Para penderita sindrom ini seringkali tidak menyadari bahwa mereka memiliki masalah memori dan seringkali melakukan konfabulasi, yakni membentuk sendiri detail-detail yang hilang dan tidak mampu mereka ingat dari memori mereka. Amnesia retrograde adalah hilangnya memori mengenai peristiwa sebelum terjadinya cedera otak. Biasanya meliputi peristiwa-peristiwa lima sampai sepuluh menit sebelum cedera otak terjadi. Sedangkan amnesia anterograde adalah lenyapnya memori mengenai peristiwa yang terjadi setelah terjadinya cedera kepala.
D.  Decay 
Memudarnya memori seiring berlalunya waktu atau akibat jarang digunakannya memori tersebut.
E.  Interferensi
Bercampur-baurnya memori yang serupa. Terbagi atas dua, yaitu :
1. Interferensi Retroaktif, yaitu memori-memori baru menghambat pengambilan memori-memori lama
2. Interferensi Proaktif, yaitu memori-memori lama menghambat pengambilan memori-memori baru.
F. Kegagalan Pengambilan (Retrieval Failure)
Ketidakmampuan menemukan isyarat memori (memory cue) yang diperlukan bagi pengambilan memori tersebut.
G. Kelupaan Yang Disengaja (Motivated Forgetting)
Represi yang disadari terhadap memori, yang pada umumnya dilakukan seseorang untuk menghindari kenangan akan pengalaman traumatik
H.  Represi (Repression)
Tindakan mendorong pemikiran-pemikiran, memori-memori, atau perasaan-perasaan yang mengancam keluar dari kesadaran.

Memori-memori Palsu
Loftus dan Palmer (1974) menemukan bahwa memori palsu dapat dibentuk menggunakan pertanyaan-pertanyaan yang sengaja diarahkan untuk membentuk memori tersebut.
Mengingat
Faktor-faktor yang dapat meningkatkan kinerja memori :
  1. Pemusatan perhatian kepada stimuli akan meningkatkan kecenderungan memori memasuki sistem sensorik dan memasuki short term memory.
  2. Pengulangan pemeliharaan (maintanance rehearsal) akan menjaga informasi tetap ada di dalam short term memory.
  3. Pengulangan elaboratif (elaborative rehearsal) akan mendorong informasi dari short term memory menuju long term memory.
  4. Membuat kekhasan penyandian (encoding specifity principle) agar meningkatkan potensi pengambilan memori dari long term memory dengan menyediakan isyarat (cue) yang dapat menyediakan akses menuju memori.
Teknik-teknik Mnemonik
Adalah suatu teknik yang meningkatkan penyimpanan dan pengambilan informasi dalam memori. Ada beberapa teknik, seperti :
1. Metode loci (method of loci)
Metode yang mengasosiasikan objek-objek tertentu dengan tempat-tempat tertentu. Orang menggunakan tempat-tempat dan lingkungan yang familiar dan secara mental menempatkan objek-objek tertentu di lokasi yang ditentukan dalam benak. Secara mental mengunjungi tempat tersebut, individu yang bersangkutan dapat mengingat item yang diperlukan. Lokasi (loci) tersebut dapat berupa apa saja yang menarik dan familiar bagi orang tersebut.
2. Sistem kata bergantung (peg word system)
Adalah seseorang mempelajari serangkaian kata yang bergungsi sebagai “gantungan” untuk “menggantungkan” aitem-aitem yang dihapalkan. Hal tersebut dapat dianalogikan dengan apapun yang anda inginkan. Setelah anda mempelajari daftar “gantungan”, anda “menggantungkan” aitem-aitem ke “gantungan” tersebut.
Adapula teknik-teknik verbal, seperti :
1. Metode kata kunci (key word method)
Adalah upaya yang dilakukan dan berguna dalam upaya mempelajari kosakata bahasa asing (Atkinson, 1975; Atkinson & Raugh, 1975; Raugh & Atkinson, 1975).
2. Akronim (acronym)
Adalah kata yang dibentuk berdasarkan huruf-huruf pertama dalam sebuah frase atau kumpulan-kumpulan kata. Akronim bukan hanya sekedar suatu singkatan verbal, namun seringkali digunakan untuk membantu orang mengingat informasi-informasi yang penting.
3. Akrostik (acrostic)
Adalah sebuah frase atau kata-kata dimana huruf pertama dalam kata tersebut diasosiasikan dengan kata-kata yang harus diingat.
4. Mengingat nama
Lorayne & Lucas (1974) menemukan proses mempelajari sebuah nama yang dihibingkan dengan memori terdapat tiga tahap didalamnya, yaitu :
  1. Mengingat nama itu sendiri, dan dapat dibuat frase pengganti bagi nama tersebut apabila cukup susah untuk dilafalkan
  2. Mencari karakteristik khusus di wajah
  3. Menghubungkan kata pengganti dengan karakteristik yang menonjol tersebut
Memori-memori Luar Biasa
Ada beberapa kasus memori luar biasa yang pernah terekam dalam sejarah psikologi kognitif, kasus-kasus tersebut adalah :
a. S : Luria
S.V. Shereshevskii mampu mengingat tanpa salah daftar yang berisi 30 kata yang kemudian ditingkatkan menjadi 50 dan 70 kata pada akhirnya.
b. V.P : Hunt & Love
V.P mampu mendemonstrasikan memori yang sangat ekspansif. Hunt & Love pernah mengujinya dengan memintanya membacakan cerita. Setelah enam minggu kemudian, ketika diminta ulang untuk membacakannya, V.P mampu membacakan ulang seperti layaknya verbatim. Kata per kata yang dia ucapkan sama persis seperti saat pertama kali ia membacakan cerita tersebut.
c. E. : Sebuah Kasus Memori Fotografik
Elizabeth adalah seorang seniman yang sangat cerdas dan terampil, yang mengajar di Harvard. Ia mampu memproyeksikan secara mental suatu ingatan tentang suatu gambar menjadi lukisan yang persis seperti aslinya. Lukisan yang dibuatnya seolah-olah menyerupai duplikat objek yang asli, dan Elizabeth mampu mendeskripsikan visualisasi tersebut secara mendetail. Kemampuan tersebut disebut dengan pencitraan eidetik (eidetic imagery). 

sumber:

Solso, R.L, Maclin, Otto H, Maclin, M.Kimberly. (2008). Psikologi Kognitif (8th ed). Jakarta: Erlangga.

Jumat, 29 Desember 2017

Model-Model Memori Ganda

James
Model memori ganda (dualistic model of memory) berkembang pada tahun 1800-an ketika William James membedakan immediate memory (memori langsung/primer) dan indirect memory (memori tak langsung/sekunder). James mengatakan bahwa memori primer, yang mirip (namun tidak identik) dengan short–term memory (STM), tidak pernah meninggalkan kesadaran dan dapat menyediakan “tayangan” peristiwa-peristiwa yang telah dialami. Memori sekunder atau long term memory (LTM) didefinisikan sebagai jalur-jalur yang “terpahat” dalam jaringan otak manusia. Bagi James, memori memiliki sifat dualistik, yaitu transitoris (sebagai perantara) dan permanen. Hal ini kemudian dibuktikan dengan studi dari Waugh dan Norman (1965), yang menggambarkan sebuah item memasuki memori primer dan disimpan (melalui latihan dan pengulangan atau rehearsal) ke memori sekunder atau dilupakan.
Suatu efek awal dan akhir (primacy and recency) dalam item-item sejajar yang diasosiasikan (paired associates) ditemukan oleh Mary Calkins. Ketika seseorang mempelajari serangkaian item dan kemudian mencoba mengingat item-item tersebut tanpa harus menyebutkannya secara urut dari depan ke belakang, efek primacy and recency pun muncul. Item-item yang berada di awal (primacy) dan akhir (recency) rangkaian adalah yang paling diingat. Disamping itu terdapat pula efek von Restorff, yaitu bila ditengah rangkaian terdapat item yang unik, maka item tersebut cenderung diingat. Kapasitas penyimpanan (storage capacity) STM dapat dilacak dengan mengenali batas saat kurva yang menandai timbulnya efek akhir mulai muncul. Jumlah item dalam rentang efek akhir jarang melampaui delapan item, sehingga memunculkan hipotesis bahwa STM memiliki kapasitas terbatas.
Waugh dan Norman
       Model Waugh dan Norman (1965) memberikan kontribusi dengan memperkenalkan metafor “kotak-kotak di kepala” (boxes in the head) yang menggambarkan memori sebagai suatu diagram flow-chart. Keduanya mengembangkan model James dengan mengkuantifikasikan karakteristik memori primer. Waugh dan Norman memiliki minat untuk mempelajari apa yang terjadi pada item-item dalam STM yang tidak diingat. Kapasitas penyimpanan STM sangat terbatas, sehingga item-item akan memudar dan menghilang (decay) dari memori, atau memori tersebut dihambat (interference) oleh informasi baru saat ruang penyimpanan telah penuh. Tingkat kecepatan kelupaan (rate of forgetting) dalam penyajian item selama empat detik dan satu detik adalah sama. Hal tersebut mengindikasikan bahwa interferensi adalah faktor yang lebih berpengaruh dibandingkan decay.
Atkinson dan Shiffrin
       Atkinson dan Shiffrin (1968) meminjam konsep dualistic memori dari Waugh dan Norman, namun merumuskan adanya lebih banyak subsistem dalam STM dan LTM. Dalam model Atkinson dan Shiffrin, memori memiliki tiga area penyimpanan: (1) register sensorik, (2) penyimpanan jangka pendek, dan (3) penyimpanan jangka panjang. Mereka menggunakan istilah memori sebagai data-data yang disimpan, sedangkan penyimpanan (store) mengacu pada komponen structural yang berisi informasi. Dalam model Atkinson dan Shiffrin, informasi dalam STM storage dapat ditransfer ke LTM storage, sedangkan informasi lain dipertahankan selama beberapa menit dalam STM storage namun tidak pernah memasuki LTM storage. STM storage dipandang sebagai suatu sistem kerja yang didalamnya informasi yang masuk akan memudar dan menghilang dengan cepat. Informasi yang disimpan dalam STM storage dapat berupa suatu bentuk yang berbeda dengan wujud asli informasi tersebut (misalnya, sebuah kata yang dibaca oleh sistem visual akan diubah dan dipresentasikan dalam memori secara auditorik).
Sumber:

Solso, R.L, Maclin, Otto H, Maclin, M.Kimberly. (2008). Psikologi Kognitif (8th ed). Jakarta: Erlangga

Rabu, 27 Desember 2017

Long Term Memory

Manusia memerlukan memori untuk menyimpan informasi dalam jangka waktu yang lama. Untuk itu manusia membutuhkan memori jangka panjang yaitu Long Term Memory. Namun Long Term Memory (LTM) tidak terjadi begitu saja. LTM harus “ditarik” kedalam Short Term Memory (STM) agar dapat digabungkan dengan informasi dalam STM dan digunakan untuk memahami aliran informasi yang kita terima saat ini. LTM memiliki karakteristik yang beragam dari mulai penyandian, abstraksi informasi, struktur, kapasitas, dan permanensinya.
Lokalisasi dan Distribusi LTM
Studi-studi masa kini yang mempelajari memori dalam kaitannya dengan neurosains kognitif cenderung bersifat terus terang (straightforward). Studi-studi tersebut melibatkan penentuan letak (plotting) fungsi-fungsi kognitif dalam topografi otak, melibatkan pelacakan jejak-jejak memori (memory traces) dan pengidentifikasian perubahan-perubahan neural di otak yang terasosiasi dengan pembentukan dan perubahan memori. Sebagian besar teknik telah digunakan dalam studi-studi tentang otak seperti teknik pencitraan otak, probing elektrik ke dalam otak, penggunaan senyawa-senyawa kimiawi atau obat-obatan yang mempengaruhi neurotransmitter disinapsis dan studi-studi patologis. Lokasi tempat memori disimpan adalah di seluruh bagian otak, meskipun juga berpusat di bagian-bagian tertentu.
Beberapa bagian otak memiliki fungsi penting dalam pembentukan memori. Bagian-bagian tersebut meliputi hipokampus dan korteks (yang berbatasan dengan hipokampus), serta thalamus. Pentingnya region tersebut ditunjukkan oleh studi-studi terhadap pasien-pasien klinis yang mengalami kerusakan pada area-area tersebut. Hipokampus sendiri bukanlah merupakan penyimpanan memori jangka panjang yang permanen. Informasi sensorik dikirimkan ke region-region otak yang spesifik misalnya informasi dari mata dan telinga dikirimkan ke korteks visual dan korteks auditorik secara berturut-turut. Jadi sekalipun model-model memori menampilkan memori sebagai kotak, kenyataannya memori tersebar di seluruh otak. Memori adalah suatu proses yang aktif yang melibatkan sejumlah besar area di otak dan sejumlah area memiliki fungsi lebih dominan dibandingkan area lain.
Kapasitas LTM
Tentunya tidak terpikirkan seberapa memori kita mampu mengingat begitu banyak hal. Apalagi membayangkan kapasitas dan durasi informasi yang tersimpan dalam LTM. Jaman modern seperti sekarang ini pasti sudah banyak orang mengetahui komputer dimana penyimpanannya sangat tidak terbatas, namun tidak bisa dibandingkan dengan otak manusia yang mampu menyimpan informasi yang mendetail dalam jangka waktu lama. Otak manusia adalah struktur yang sedemikian kecilnya. Terdapat sebuah penelitian oleh Shepard (1967) yang menunjukkan kemampuan manusia mengenali gambar setelah periode waktu yang sangat lama. Disini partisipan memiliki tugas rekognisi memori selama 3 hari, 7 hari, dan 120 hari. Dukungan lebih lanjut terhadap kapasitas LTM ditemukan oleh Standing Conezio dan Haber (1970).
Analisis teoritik tentang kepakaran
Chase dan Ericsson (1982)  menjelaskan tiga prinsip kinerja memori:
  1. Mnemonic encoding principle (prinsip penyandian mnemonic) 
Menyatakan bahwa menyandikan informasi berdasarkan basis pengetahuan luas yang dimiliki.  
  1. Retrieval structure principle (prinsip struktur pengambilan informasi) 
Pengetahuan tentang suatu objek digunakan untuk mengembangkan mekanisme yang sangat terspesialisasi dan abstrak yang secara sistematik menyandikan dan mengembangkan pola-pola yang bermakna dari LTM.
  1. Speed-up principle (prinsip percepatan)
Menyatakan bahwa latihan akan meningkatkan kecepatan dalam mengenali dan menyandikan pola-pola. 
Salah satu unsur yang sering kali terabaikan adalah latihan (practice), yang merupakan tema yang dianalisis secara mendetail oleh Ericsson, Krampe, dan Tesch-Rӧmer (1993). Seperti kata pepatah “practice makes perfect” hal ini menunjukkan bahwa meskipun sederhana latihan tersebut, latihan yang “cerdas” dengan alokasi waktu yang teratur adalah jenis latihan yang berhubungan positif dengan kepakaran.
Durasi LTM
Sejumlah penelitian mendukung adanya memori jangka sangat panjang atau very long-term memory (VLTM). Studi ini dilakukan oleh Bahrick, Bahrick dan Wittlinger (1975). Mereka melakukan studi cross-sectional dengan memberikan tugas isyarat-gambar (picture-cueing task) dalam tugas itu para partisipan diminta mengingat nama seorang rekan mereka berdasarkan gambarnya. Data yang dihimpun Bahrick dan rekan-rekannya mendukung bahwa VLTM memang ada dan bertahan dalam jangka waktu yang sangat lama. Selain itu, stabilitas rekognisi memori dalam jangka waktu selama itu sungguh mengejutkan. Hal ini dipengaruhi oleh tingkat penyandian awal (pada saat peristiwa tersebut terjadi) dan distribusi rehearsal(pengulangan).
Dalam studi lain oleh Bahrick yang menguji memori tentang bahasa Spanyol yang dipelajari lima puluh tahun sebelumnya. Meliputi tes pemahaman bacaan, tes mengingat (recall) dan tes rekognisi terkait perbendaharaan kata (vocabulary), tata bahasa (grammar), dan idiom-idiom. Didapat hasil bahwa kemampuan berbahasa Spanyol tersebut masih tetap eksis (dan berguna) setelah 50 tahun. Memori yang “permanen tersebut” disebut Bahrick sebagai permastore dan diasumsikan bahwa memori tentang Spanyol (dan bahasa-bahasa asing lain) dapat eksis untuk jangka waktu yang lama. 
VLTM dan Psikologi Kognitif
Penelitian Conway, Cohen, dan Stanhope (1991) berjudul “On the Very Long-Term Retention of Knowledge Acquired Through Formal Education: Twelve Years of Cognitive Psychology”. Retensi nama menunjukkan penurunan yang sedikit lebih dibandingkan pengingatan (recall) dan rekognisi konsep. Data tersebut konsisten dengan eksperimen penting Bahrick dkk, yakni bahwa sebagai suatu bentuk informasi, VLTM- baik berupa memori tentang kawan-kawan masa kecil maupun berupa dikotomi STM/LTM- menurun dengan cepat pada awalnya kemudian menjadi stabil selama bertahun-tahun.
Penyimpanan LTM
Donald Hebb memberikan versi sederhana tentang LTM yang menyatakan bahwa informasi dari STM akan dikirim ke LTM apabila diulan-ulang (rehearsal) di STM dalam jangka waktu yang cukup lama. Jika informasi tersebut dikombinasikan dengan memori-memori lain yang bermakna, terjadilah peningkatan memorabilitas (kemudahan memori untuk diingat).
Sandi            
Informasi disandikan secara akustik, visual, dan semantik. Ketiga jenis sandi dalam LTM tersebut dapat diilustrasikan dengan kondisi Tip of the Tongue (TOT: di ujung lidah) yakni kondisi dimana kita dapat mengingat seumlah aspek tertentu, namun melupakan identitas utama item yang bersangkutan.
Level Pemrosesan
Diasumsikan bahwa otak menggunakan cara heuristik terhadap jumlah upaya dan waktu yang dicurahkan untuk pemenuhan sasaran. Kemungkinan lain, otak mengguanakan isyarat-isyarat (cues) dari bagian-bagian lain di sistem kognitif. Penelitian Craik dan Lockhart (1972) terhadap level pemrosesan (level of processing) menyertakan gagasan umum bahwa informasi yang diterima indera harus menjalani serangkaian analisis yang diawali analisis sensorik dangkal, dan dilanjutkan analisis-analisis yang semakin dalam, rumit, abstrak dan semakin bersifat semantik. Aktivitas membaca untuk memahami intisari bacaan (gist) – yakni yang bertujuan “menangkap” poin-poin essensial – melibatkan pemrosesan dangkal yang minimal, atau “maintenance rehearsal” (semata-mata dalam memori tanpa elaborasi), namun melibatkan pemrosesan semantik yang elaboratif.
Jenis-Jenis Memori
Bower (1975, dalam Solso, Maclin, & Maclin, 2008) mengkategorikan jenis informasi umum yang disimpan dalam LTM yang disusun berdasarkan fungi adaptifnya, yaitu:
  1. Kemampuan spasial. Informasi mengenai lokasidan objek-objek penting. Pengetahuan ini memungkinkan kita untuk melakukan pergerakan atau manuver efektif di lingkungan kita.
  2. Karakteristik-karakteristik fisik dunia sekeliling kita. Informasi ini memungkinkan kita berinteraksi secara aman dengan objek-objek yang kita jumpai.
  3. Hubungan sosial. Penting untuk mengetahui siapa kawan kita, siapa kerabat kita, bahkan musuh kita.
  4. Nilai-nilai sosial. Pengetahuan mengenai apa yang dianggap penting oleh kelompok.
  5. Keterampilan-keterampilan motorik. Penggunaan alat, pemanipulasian objek.
  6. Keterampilan-keterampilan perseptual. Memungkinkan kita memahami stimuli dalam lingkungan kita, mulai dari bahasa hingga musik.
LTM dapat dibagi menjadi memori eksplisit (deklaratif) dan memori implisit (nondeklaraif). Memori eksplisit mengandalkan pengambilan (retrieval) pengalaman-pengalaman sadar dan menggunakan isyarat (cue) berupa rekognisi dan tugastugas recall. Memori eksplisit dibagi menjadi memori episodik dan semantik. Memori implisit sebaliknya diekspresikan dalam bentuk mempermudah kinerja dan tidak memerlukan rekoleksi yang sadar. Memori implisit dibagi menjadi memori prosedural dan memori emosional (Solso, Maclin, & Maclin, 2008).
Memori Otobiografis
Adalah memori yang dimiliki individu mengenai masa lalunya. Memori ini berisi informasi mengenai emosi, deskripsi diri, peristiwa-peristiwa khusus, dan sejarah kehidupan seseorang yang bersangkutan (Solso, Maclin, & Maclin, 2008).
Mengetahui Apa (What) dan Mengetahui Bahwa (That)
Pengetahuan deklaratif bersifat eksplisit dan melibatkan fakta-fakta dan peristiwa-peristiwa, sementara pengetahuan preosedural bersifat implisit dan diakses melalui kinerja (performance). Untuk menguji pengetahuan deklaratif dan pengetahuan prosedural digunakan eksperimen priming dan eksperimen rekognisi. Dalam tes priming, partisipan mendapatkan isyarat yang umumnya berupa kata yang berhubungan dengan sasaran, atau kata yang berhubungan. Priming diasumsikan melibatkan pengetahuan prosedural karena respons bersifat implisit dan terdapat lebih banyak atau lebih sedikit aktivasi otomatis pada jalur-jalur neuron yang sudah ada (Solso, Maclin, & Maclin, 2008).
Memori Episodik dan Memori Semantik
Memori episodik menurut Tulving adalah sistem memori neurokognitif yang memungkinkan seseorang mengingat peristiwa-peristiwa pada masa lalunya. Artinya memori-memori mengenai pengalaman-pengalaman khusus akan membentuk memori-memori episodik yang disimpan sebagai “referensi otobiografis”. Memori ini sangat rentan terhadap perubahan dan kelupaan, namun memegang peranan penting sebagai dasar pengenalan terhadap peristiwa-peristiwa yang telah kita jumpai pada masa lalu. Memori semantik adalah memori mengenai kata, konsep, peraturan, dan ide-ide abstrak. Memori ini penting bagi penggunaan bahasa (Solso, Maclin, & Maclin, 2008).
Informasi dalam memori episodik lenyap  dengan cepat seiring masuknya informasi baru secara konstan. Memori episodik diaktifkan lebih sering, sedangkan memori semantik tidak diaktifkan sesering memori episodik dan kondisinya relatif stabil seiring berjalannya waktu. Menurut Tulving, memori prosedural, memori semantik, dan memori episodik adalah sistem memori yang paling baik untuk menggambarkan kompleksitas dan adaptabilitas pada manusia (Solso, Maclin, & Maclin, 2008).
Dukungan Neurosains Kognitif
Terdapat tiga area otak yang terlibat secara langsung dalam proses memori, yaitu korteks yang merupakan permukaan luar otak yang terlibat dalam aktivitas kognisi tingkat tinggi seperti berpikir, pemecahan masalah dan meningat; serebelum, yakni struktur berbentuk kubis di dasar otak yang terlibat dalam pengendalian fungsi-fungsi motorik dan memori motorik; hipokampus, yakni struktur berbentuk S yang terletak jauh di dalam kedua hemisfer serebral dan berfungsi memproses informasi baru dan mentransfer informasi tersebut ke bagian-bagian korteks untuk disimpan secara permanen (Solso, Maclin, & Maclin, 2008).
Ketiga aktivitas otak di atas berhubungan dengan dua jenis memori, yakni memori prosedural dan memori deklaratif. Memori prosedural berkaitan dengan keterampilan motorik seperti menulis, mengetik, dan mengendarai sepeda (masih berupa asumsi); memori ini tersimpan di serebelum. Memori deklaratif terdiri dari informasi dan pengetahuan mengenai dunia ini dan sejumlah besar informasi lain; memori ini tersimpan di korteks serebral. Informasi-informasi sensorik dikirim ke korteks sesegera mungkin dan dalam perjalanannya terbentuk jalur-jalur temporer di antara neuron-neuron yang hanya bertahan dalam jangka waktu singkat namun cukup lama untuk melakukan tindakan sederhana. Agar impresi-impresi sementara tersebut menjadi permanen diperlukan proses yang disebut long term potentiation (LTP; potensi jangka panjang). LTP terjadi ketika sel-sel saraf dipaparkan pada stimulus yang diulang dengan cepat, sehingga meningkatkan tendensi respons sel-sel untuk jangka waktu yang lebih lama (Solso, Maclin, & Maclin, 2008).

sumber:

Solso, R.L, Maclin, Otto H, Maclin, M.Kimberly. (2008). Psikologi Kognitif (8th ed). Jakarta: Erlangga.

Terminasi Hubungan Konseling

Terminasi mengacu pada keputusan untuk menghentikan konseling. Keputusan dapat dibuat sepihak atau bersama. Terlepas dari banyak bahasan m...