Terminasi mengacu pada keputusan untuk
menghentikan konseling. Keputusan dapat dibuat sepihak atau bersama. Terlepas
dari banyak bahasan mengenai konseling terminasi merupakan aspek konseling yang
paling sedikit dibahas. Kebanyakan konseling dianggap sudah selesai apabila
klien merasa sudah puas dan tidak memiliki masalah lagi. Tapi terminasi
hubungan konseling mempunyai dampak pada semua pihak yang terlibat, dan
biasanya kompleks serta rumit. Terminasi menghasilkan perasaan campur aduk pada
konselor, maupun klien (Kottler, Sexton, & Whiston, 1994 dalam Gladding,
2012). Terminasi mempunyai kekuatan melukai dan menyembuhkan.
Fungsi Terminasi
Menurut sejarah membicarakan terminasi secara langsung dihindari Ward (1984)
menyebutkan dua alasannya. Pertama, kata terminasi diasosiasikan dengan kata
kalah, konseling seharusnya menekankan pada perkembangan dan pertumbuhan yang
tidak berhubungan dengan akhir. Kedua, terminasi tidak secara langsung
berhubungan dengan keahlian mikro yang memfasilitas hubungan konseling.
Terminasi memiliki beberapa fungsi penting. Pertama, terminasi adalah tanda
bahwa sesuatu telah selesai dilakukan. Untuk memulai pengalaman baru,
pengalaman terdahulu harus diselesaikan dan dipecahkan (Perls, 1969 dalam
Gladding, 2012). Baik konselor maupun klien termotivasi oleh pengetahuan bahwa
pengalaman konseling terbatas oleh waktu (Young, 2005 dalam Gladding, 2012).
Dengan membatasi jumlah sesi dalam konseling ini efektif karena dengan
keterbatasan waktu yang ada konselor dan klien akan berusaha untuk memanfaatkan
sesi semaksimal mungkin. Kedua, terminasi berarti mempertahankan
perubahan yang telah dicapai dan mengembangkan keahlian untuk memecahkan
masalah yang telah didapat dari konseling (Dixon & Glover, 1984). Dari sini
klien akan memperkuat pengalaman potensial dan membuatnya melihat masa kini
dengan cara yang berbeda serta mempraktekkan kemandirian. Ketiga, terminasi bertindak sebagai
pengingat bahwa klien adalah orang dewasa (Vickio, 1990 dalam Gladding, 2012).
Selain sebagai pertanda bahwa sesuatu telah selesai dilakukan dan pengembangan
keahlian, terminasi efektif untuk menandai waktu dalam kehidupan klien.
Saat yang Tepat untuk Terminasi
Tidak ada jawaban pasti namun bagaimanapun
terminasi harus direncanakan dan tidak mendadak. Tidak bisa terlalu cepat
karena klien dapat kehilangan dasar dari konseling dan kembali mundur ke
perilaku sebelumnya. Tidak bisa terlalu lambat pula karena ini dapat menjadikan
klien menjadi ketergantungan. Namun ada pertimbangan pragmatis dalam menentukan
saat terminasi yang tepat (Cormier & Hackney, 2008; Young, 2005 dalam
Gladding, 2012).
- Apakah klien mencapai tujuan perilaku, kognitif, atau efektif? Kunci
dari pertimbangan ini adalah mengatur kontrak yang disetujui bersama
sebelum konseling dimulai.
- Dapatkah klien menunjukkan secara kongkret sampai dimana kemajuan yang
diperolehnya dari tujuan yang ingin diacapai? Kemajuan spesifik merupakan
dasar terminasi
- Apakah hubungan konseling dapat membantu? Apabila konseling tidak
membantu klien maka terminasi adalah hal tepat dilakukan
- Apakah konteks awal konseling telah berubah? Apabila konteks awal
konseling telah berubah misalnya klien pindah, ada penyakit jangka panjang
maka terminasi dipertimbangkan.
Isu Terminasi
1. Terminasi Sesi Individual
Benjamin (1987) menyebutkan dua faktor penting dalam mengakhiri suatu hubungan wawancara. Pertama, baik konselor maupun klien harus menyadari bahawa sesi telah berakhir. Kedua, jangan memperkenalkan atau mendiskusikan materi baru di akhir sesi. Konselor dapat mengakhirri sesi dengan beberapa cara. Salah satunya dengan memberikan pertanyaan singkat yang menandakan bahwa sesi telah berakhir (Benjamin, 1987; Cormier & Hackney, 2008 dalam Gladding, 2012). Mengingatkan sesi segera berkahir, menggunakan bahasa tubuh yang menunjukkan bahawa sesi telah berakhir.
1. Terminasi Sesi Individual
Benjamin (1987) menyebutkan dua faktor penting dalam mengakhiri suatu hubungan wawancara. Pertama, baik konselor maupun klien harus menyadari bahawa sesi telah berakhir. Kedua, jangan memperkenalkan atau mendiskusikan materi baru di akhir sesi. Konselor dapat mengakhirri sesi dengan beberapa cara. Salah satunya dengan memberikan pertanyaan singkat yang menandakan bahwa sesi telah berakhir (Benjamin, 1987; Cormier & Hackney, 2008 dalam Gladding, 2012). Mengingatkan sesi segera berkahir, menggunakan bahasa tubuh yang menunjukkan bahawa sesi telah berakhir.
Selanjutnya akan sangat membantu apabila
dibuat ringkasan mengenai pembicaraan yang terjadi selama sesi berlangsung. Hal
ini mampu menjernihakan kesalahpahaman.
Suatu bagian penting dalam terminasi sesi
individual adalah menentukan jadwal perjanjian berikutnya, hal ini dilakukan untuk
mencapai kemajuan
2. Terminasi Hubungan Konseling
Konselor dan klien harus sama-sama menyetujui kapan terminasi hubungan yang akurat dan baik (Young, 2005). Umumnya dengan memberikan sinyal verbal ataupun nonverbal dalam mengakhiri hubungan. Termasuk di dalamnya adanya pengurangan intensitas kerja lebih banyak humor, laporan-laporan yang konsisten tentang membaiknya kemampuan menghadapi masalah, komitmen verbal terhadap masa depan, dan lebih sedikit penyangkalan, penarikan diri, kemurungan, dan ketergantungan (McGee, Schuman, & Racusen, 1972; Shulman, 1999; Welfel & Petterson, 2005). Shulman (1999) mengatakan bahwa umumnya seperenam dari waktu konseling harus digunakan untuk membicarakan terminasi.
2. Terminasi Hubungan Konseling
Konselor dan klien harus sama-sama menyetujui kapan terminasi hubungan yang akurat dan baik (Young, 2005). Umumnya dengan memberikan sinyal verbal ataupun nonverbal dalam mengakhiri hubungan. Termasuk di dalamnya adanya pengurangan intensitas kerja lebih banyak humor, laporan-laporan yang konsisten tentang membaiknya kemampuan menghadapi masalah, komitmen verbal terhadap masa depan, dan lebih sedikit penyangkalan, penarikan diri, kemurungan, dan ketergantungan (McGee, Schuman, & Racusen, 1972; Shulman, 1999; Welfel & Petterson, 2005). Shulman (1999) mengatakan bahwa umumnya seperenam dari waktu konseling harus digunakan untuk membicarakan terminasi.
Ada dua cara memfasilitasi akhir sebuah
hubungan konselor-klien. Dixon dan Glover (1948) mendefinisakan pemudaransebagai
pengurangan struktur yang tidak alami secara berangsur-angsur yang dikembangkan
untuk menciptakan perubahan yang diinginkan. Dengan kata lain klien secara
perlahan-lahan berhenti menerima bantuan dari konselor untuk berperilaku dalam
cara tertentu dan pertemuan semakin dijarangkan. Cara lain untuk melaksanakan
terminasi adalah membantu klien mengembangkan keahlian memecahkan masalah
dengan sukses.
Penolakan Terhadap Terminasi
1. Penolakan dari Klien
Dua ekspresi penolakan yang paling mudah dikenali adalah meminta lebih banyak waktu pada akhir sesi dan meminta lebih banyak meminta temu janji setelah suatu tujuan tercapai. Namun ada bentuk lain seperti berkembangnya permasalahan baru yang bukan berasal dari kekhawatiran klien yang pada situasi ini klien dapat membuat konselornya yakin bahwa hanya konselor tersebut yang dapat membantunya dan hal ini membuat konselor akan merasa memiliki kewajiban untuk meneruskan pekerjaannya dengan klien tersebut baik dengan alasan pribadi maupun etika.
Proses terminasi sebaiknya dilakukan
secara bertahap dan perlahan-lahan. Misalnya dengan jumlah pertemuan yang
terbatas pada tiap sesi, berkonsentrasi bersama klien tentang mempersiapkan
diri untuk lepas dari konseling.
Vickio (1990) mengembangkan cara yang unik
dalam menerapkan strategi yang kongkret bagi para siswa yang berhadapan dengan
rasa kehilangan dan terminasi dalam bukunya The Goodbye Brochure. Mengadapi
kehilangan yang sukses dan kehilangan yang tidak sukses dengan lima D (lima M
dalam bahasa Indonesia).
Kehilangan yang sukses:
- Menentukan cara untuk menjadikan transisi anda sebagai suatu proses
yang bertahap
- Menemukan makna lain dari aktivitas-aktivitas dalam kehidupan anda
- Menggambarkan peran tersebut pada orang lain
- Menikmati apa yang telah anda dapatkan dan apa yang ada dihadapan anda
- Mendefinisikan bidang-bidang yang berkelanjutan dalam kehidupan anda
Kehilangan yang tidak sukses
- Menyangkal kehilangan
- Membengkokan pengalaman anda dengan melebih-lebihkan keberhasilan
didalamnya
- Menurunkan jumlah aktivitas dan hubungan anda
- Mengalihkan perhatian dari memikirkan terminasi
- Melepaskan diri secara mendadak dari aktivitas dan hubungan anda
Lerner dan Lerner (1983) percaya bahwa
penolakan dari klien sering kali disebabkan oleh ketakutan akan perubahan.
2. Penolakan dari Konselor
Goodyear (1981) menyebutkan delapan kondisi dimana terminasi dirasa sangat sulit bagi individu:
2. Penolakan dari Konselor
Goodyear (1981) menyebutkan delapan kondisi dimana terminasi dirasa sangat sulit bagi individu:
- Ketika terminasi menjadi sinyal akan berakhirnya sebuah hubungan yang
signifikan
- Ketika terminasi meningkatkan kegelisahan konselor atas kemampuan
kliennya untuk berfungsi secara mandiri
- Ketika terminasi membangkitkan rasa bersalah dalam diri konselornya
karena belum dapat bekerja lebih efektif untuk kliennya
- Ketika konsep professional konselor terancam oleh klien yang pergi dan
tiba-tiba marah
- Ketika terminasi menjadi sinyal akan berakhirnya suatu pengalaman
belajar bagi konselor
- Ketika terminasi menjadi sinyal akan berakhirnya suatu pengalaman
hidup menyenangkan yang dibayangkan melalui petualangan klien
- Ketika terminasi menjadi simbol rekapitulasi selamat tinggal orang
lain (khususnya yang tak terpecahkan) di dalam kehidupan konselor
- Ketika terminasi memunculkan konflik di dalam diri konselor mengenai
individualisasinya sendiri
Adalah sangat penting bagi konselor untuk
mengenali kesulitan yang dihadapinya dalam melepaskan klien-klien tersebut.
Konselor dapat berkonsultasi dengan rekannya dalam menghadapi permasalahan
tersebut atau menjalani konseling untuk memecahkan masalah tersebut.
Terminasi Prematur
Terminasi prematur lebih berhubungan
dengan seberapa baik klien telah mencapai tujuan pribadi yang di tetapkan pada
awal proses konseling dan seberapa baik dia berfungsi secara umum (Ward, 1984).
Terlepas dari cara klien mengekspresikan keinginannya untuk melakukan terminasi
prematur, hal ini biasanya memicu pemikiran dan perasaan dalam diri konselor
yang harus ditangani. Sebaiknya terminasi prematur ini dibicarakan antara klien
dan konselor hal ini dapat membuat pikiran dan perasaan klien maupun konselor
dapat diperiksa dan akhir yang prematur dapat dicegah.
Jika klien ingin berhenti maka wawancara
keluar harus disiapkan. Ward (1984) menyebutkan 4 keuntungan wawancara ini:
- Dapat membantu klien memecahkan perasaan negatif yang berasal dari
pengalaman konseling
- Berfungsi sebagai suatu cara untuk mengundang klien melanjutkan
konseling jika dia menginginkannya
- Bentuk lain dari perawatan atau konselor lain dapat disertakan dalam
wawancara keluar sebagai pertimbangan bagi klien jika klien
menginginkannya
- Wawancara keluar dapat meningkatkan peluang bahwa dilain waktu ketika
klien membutuhkan bantuan, dia akan kembali untuk mencari bantuan
konseling
Ada dua kesalahan yang biasanya terjadi
pada konselor yang pertama menyalahkan klien ataupun diri sendiri. Akan lebih
produktif apabila konselor menganggap bahwa terminasi prematur ini bukan
kesalahan siapapun. Yang kedua pihak konselor adalah pihak yang arogan terhadap
situasi. Untuk menghindari kesalahan Cavanagh (1990) merekomendasikan agar
konselor mencari tahu mengapa klien mengakhiri konseling secara prematur.
Daftar berikut menyebutkan beberapa
variabel yang seringkali efektif dalam mencegah terminasi prematur (Young,
2005):
- Temu janji, semakin sedikit interval waktu antara temu janji satu
dengan berikutnya semakin reguler penjadwalannya, semakin baik
- Orientasi pada konseling, semakin klien mengetahui proses konseling
semakin tinggi minat mereka untuk tetap melanjutkannya
- Konsistensi konselor, konselor yang pertama kali menjumpai klien harus
melanjutkan konseling tersebut
- Pengingat untuk memotivasi kehadiran klien
Terminasi Insiatif Konselor
Lawan dari terminasi prematur. Terkadang
konselor perlu mengakhiri hubungan dengan beberapa atau semua kliennya.
Alasannya bisa sakit, bekerja melalui countertransference, relokasi
ke area lain, akhir dari masa praktikum atau asistensi, perjalanan panjang ke
daerah lain, dan menyadari bahwa kebutuhan klien dapat dipenuhi baik oleh orang
lain.
Baik London (1982) maupun Seligman (1984)
menyajikan model untuk membantu klien dalam menghadapi ketidakhadiran
konselornya untuk sementara. Para peneliti ini menegaskan bahwa klien dan
konselor seharusnya mempersiapkan diri sedini mungkin untuk menghadapi
terminasi sementara dengan mendiskusikan secara terbuka peristiwa yang akan
terjadi dan mengatasi perasaan yang mendalam sehubungan dengan perpisahan
tersebut.
Ada terminasi permanen yang diinisiatifkan
konselor. Pada terminasi permanen atas inisiatif konselor, masih tetap penting
untuk meninjau ulang kemajuan klien, mengkhiri hubungan pada waktu yang
spesifik, dan membuat rencana pasca konseling.
Pengakhiran dengan Catatan Positif
Proses terminasi melibatkan serangkaian check
point yang dapat dikonsultasikan oleh konselor dan kliennya untuk
mengevaluasi kemajuan yang mereka buat dan menentukan kesiapan mereka untuk
pindah ke tahap selanjutnya. Welfel dan Patterson (2005) menyajikan empat
panduan yang dapat digunakan oleh konselor untuk mengakhiri suatu hubungan
konseling yang intens dalam suatu cara yang positif:
- Sadar akan kebutuhan dan keinginan memberikan waktu pada klien untuk
mengekspresikannya
- Meninjau ulang peristiwa-peristiwa penting dalam konseling dan membawa
hasil tinajuan tesebut ke saat ini
- Mengakui dan mendukung perubahan yang telah dilakukan oleh klien
- Meminta kontak lanjutan
Masalah yang berhubungan dengan Terminasi:
Tindak Lanjut dan Rujukan
a. Tindak
Lanjut
Tindak lanjut melibatkan pengecekan untuk
melihat bagaimana perkembangan klien, dalan kaitannya dengan semua permasalahan
yang ada, beberapa saat setelah terminasi terjadi (Okun & Kantrowitz,
2008). Intinya ini adalah proses pemantauan positif yang mendorong pertumbuhan
klien (Egan, 2007). Tindak lanjut ini mampu memperkuat hasil.
Tindak lanjut dapat dalam jangka panjang
maupun pendek. Jangka pendek biasanya dilakukan 3 hingga 6 bulan setelah satu
hubungan konseling diakhiri. Jangka panjang setidaknya dilakukan selama 6 bulan
setelah terminasi.
Ada 4 cara:
- Mengundang klien untuk suatu sesi guna membicarakan kemajuan-kemajuan
yang diperolehnya dalam mencapai tujuan yang diinginkan
- Menghubungi klien melalui telepon
- Konselor mengirim surat kepada klien yang menanyakan mengenai kondisi
klien sekarang
- Cara yang lebih impersonal yaitu konselormengirimkan surat yang berisi
daftar pertanyaan tentang kondisi klien sekarang
Tindak lanjut personal paling efektif
untuk mengevaluasi pengalaman masa lampau. Hal ini memberikan jaminan pada
klien bahwa mereka diperhatikan sebagai individu bukan daftar statistik.
Jika pada sesi terakhir konselor dan klien
menyetujui adanya tindak lanjut, tipe pemantauan diri dapat menjadi sesuatu
yang berarti dan memberi klien bukti kongkret akan kemajuannya serta pandangan
yang lebih jelas mengenai kebutuhannya saat ini
b. Rujukan
dan Daur Ulang
Rujukan adalah mengatur bantuan lain bagi
klien ketika perjanjian awal tidak berjalan lancar atau tidak membantu
(Okun & Witz, 2008). Rujukan melibatkan bagaimana, kapan, dan siapa.
Daur ulang adalah suatu alternatif ketika
konselor menganggap meski proses konseling belum berjalan dengan baik
tetapi masih dapat diperbaiki. Hal ini berarti memeriksa ulang semua tahap
dalam proses terapi, dengan begitu klien dan konselor dapat merevisi atau
mengulang proses konseling. Konseling seperti layaknya pengalaman tidak selalu
sukses pada upaya pertama. Daur ulang memberikan klien dan konselor sebuah
kesempatan kedua untuk mencapai apa yang diinginkan oleh masing-masing pihak
yaitu perubahan yang positif.